Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Proyek di Kemenhub, Mantan Bos PT Hutama Karya Dituntut 5 Tahun Penjara

Kompas.com - 25/01/2016, 17:48 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum menuntut mantan General Manager PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan, hukuman lima tahun penjara.

Budi dianggap terbukti menyuap sejumlah pejabat di Kementerian Perhubungan terkait pengadaan dan pelaksanaan pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Tahap III di Kabupaten Sorong tahun 2011.

"Menuntut majelis yang mengadili perkara ini, menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun," ujar jaksa Djakiyul Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (25/1/2016).

Selain itu, Budi juga dituntut membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menganggap perbuatan Budi menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 576 juta.

Dengan demikian, jaksa menuntut Budi membayar uang pengganti sebesar jumlah tersebut. Jika tidak dibayarkan, maka akan diganti kurungan penjara satu tahun.

Menurut jaksa, hal yang memberatkan Budi dalam perkara ini yaitu perbuatannya dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

"Terdakwa berpendidikan tinggi dan memiliki jabatan, semestinya menyadari perbuatannya bertentangan dengan kewenangannya," kata jaksa.

Sementara hal yang meringankan ialah Budi belum pernah dihukim dan memiliki tanggungan keluarga.

Demi memuluskan tender proyek pembangunan Balai Diklat itu, Budi diduga menyuap Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa di Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut Kemenhub, Irawan; pejabat pembuat komitmen satuan kerja di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Sugiarto; Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby Reynold Mamahit; serta mantan Kepala Pusat Diklat Perhubungan Laut, Djoko Pramono.

Menurut berkas dakwaan, Budi dianggap memengaruhi proses lelang pengadaan pembangunan proyek tersebut dengan memberi imbalan kepada KPA dan Pejabat Pembuat Komitmen agar memenangkan PT Hutama Karya.

Demi memenuhi keinginannya, Budi menemui Bobby Reynold Mamahit selaku atasan ketua panitia pengadaan dan jasa pengadaan modal proyek tersebut.

Melalui Theofilius Waimuri, Budi menyampaikan kepada Bobby untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam proyek pembangunan BP2IP Sorong Tahap III tahun 2011.

Bobby kemudian meminta Budi menemui Djoko Pramono. Djoko mengatakan, ada kebutuhan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak untuk diberikan kepada atasan panitia pengadaan dan disetujui oleh Budi.

Pada Februari 2011, Panitia pengadaan mengumumkan proyek BP2IP Sorong Tahap III dengan harga perkiraan sendiri sebesar Rp 96,4 miliar. Namun, lelang tersebut tidak pernah dilaksanakan.

PT Hutama Karya kemudian memberi imbalan secara bertahap sebesar Rp 20,84 miliar.

Kemenangan PT Hutama Karya dalam lelang tersebut kemudian disanggah oleh PT Panca Duta Karya Abadi dan diputuskan untuk dilakukan lelang ulang.

Mengetahui perusahaannya batal jadi pemenang lelang, Budi kembali menghubungi Bobby dan Djoko untuk meminta PT Hutama Karya tetap dimenangkan.

Kemudian dirancang skenario untuk menghambat PT Panca Duta Karya Abadi dalam mengikuti lelang dan menambahkan syarat lelang yang diskriminatif, sehingga PT Hutama Karya kembali keluar sebagai pemenang lelang.

Atas perbuatannya, Budi dijerat Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com