JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut mempersoalkan penunjukan langsung pabrikan asal China, Wuxi Hua Dong Heavy Machinery (HDHM) oleh jajaran direksi PT Pelindo II untuk mengadakan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di tiga pelabuhan.
Dalam perkara itu, mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, Lino mengklaim bahwa penunjukan langsung tersebut telah sesuai aturan internal perusahaan.
Menurut dia, hal itu sudah jadi dasar hukum yang kuat untuk melandasi penunjukan langsung. (Baca: Lino Akui Ada Ketidakcermatan dalam Pengadaan QCC, tetapi)
"Syarat penunjukan langsung dari perusahaan itu, pertama, dua kali gagal lelang sudah boleh menunjuk langsung pengadaan barang," ujar Lino saat berbincang dengan Kompas.com di Jakarta pada Rabu (6/1/2016).
Syarat pertama, kata Lino, sudah terpenuhi. Sebab, lelang pengadaan itu sudah dilakukan sejak tahun 2007. (baca: RJ Lino: Aneh, Saya Jadi Tersangka Pas Menit-menit Akhir Pimpinan KPK Berganti)
Namun, lelang selalu gagal karena salah satu poin syarat lelang, yakni mengharuskan untuk mengikutsertakan perusahaan lokal. Sementara, jarang ada agen lokal yang merakit struktur container crane.
Setidaknya, jajaran direksi sebelum dirinya menjabat telah sembilan kali gagal dalam melaksanakan lelang. (Baca: RJ Lino: Lucu jika Saya Dibilang Merugikan Negara)
Syarat kedua, yakni penunjukan langsung bisa dilakukan untuk jenis 'critical asset'. Container crane, kata Lino, merupakan aset kritis di satu pelabuhan.
Jika tidak ada derek kontainer, maka aktivitas pelabuhan dipastikan lumpuh total. Imbasnya, perekonomian pun bisa mandek.
"Bisa dicek di berita pada saat itu, telah terjadi penumpukan 9.000 kontainer. Itu sudah macet total. Jadi pengadaan twin lift memang sangat diperlukan. Lagi pula kondisi itu juga enggak ditanya sama menteri. Lalu yang harusnya disebut merugikan negara itu siapa? Saya? Ya yang membiarkan itu kan harusnya. Saya malah bantuin masyarakat," ujar Lino.
Syarat penunjukan langsung itu, kata Lino, diperkuat dengan payung hukum Peraturan Kementerian BUMN Nomor 5 Tahun 2008 tentang Critical Asset.
Lantas terkait penunjukan langsung tersebut tetap dipersoalkan penyidik KPK, Lino tidak mau ambil pusing. Dia merasa apa yang dilakukannya benar dan memberikan dampak positif yang besar bagi pemerintah dan masyarakat pada waktu pengadaan QCC itu.
Oleh sebab itu, dia memilih menempuh jalur praperadilan untuk membuktikannya. (Baca: KPK Pastikan Gugatan Praperadilan RJ Lino Tak Ganggu Penyidikan)
Lino dianggap melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya dirinya dan korporasi melalui pengadaan tiga unit QCC.
Ia pun dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.