JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, meminta Presiden Joko Widodo memenuhi janjinya untuk tidak melakukan transaksi politik dalam pembentukan kabinet pemerintahan.
Menurut Ikrar, nuansa transaksi politik mulai terasa dengan beredarnya rumor reshuffle kabinet, terutama setelah PAN masuk mendukung pemerintah.
"Presiden jangan bermain-main dengan janjinya bahwa tidak ada kompromi, tidak ada transaksi politik. Sekarang menjadi suatu batu uji juga apakah kemudian nanti benar PAN akan diberikan kursi, apakah dua atau berapa," ujar Ikrar di Jakarta, Kamis (29/10/2015).
Ikrar menambahkan, jika reshuffle jadi dilakukan, Jokowi juga harus mempertimbangkan tuntutan rakyat untuk memilih menteri dari kalangan profesional.
Meski begitu, ia melihat sejumlah pihak menilai bahwa menteri-menteri yang berasal dari kalangan profesional cenderung dianggap lebih lemah ketimbang menteri dari partai politik.
"Itu yang kemudian saya bantah karena tentunya memiliki nuansa politik untuk mengecilkan sumber daya manusia profesional non-partai yang ada di kabinet, dengan seolah-olah bahwa orang partai lebih hebat ketimbang orang orang dari kalangan profesional murni," ujarnya.
"Saya tidak mendikotomikan antara profesionalisme dan anggota partai politik. Namun, selama ini teman-teman di parpol selalu mengatakan bahwa anggota-anggota kabinet yang lemah kinerjanya itu adalah yang berasal dari profesional," ujar Ikrar.
Meski begitu, Ikrar mengapresiasi langkah berani Presiden yang hanya memasukkan satu anggota PDI-P baru dalam tubuh pemerintahannya, yaitu Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.