"Kali ini, revisi undang-undang itu datang dari DPR, dan tentunya kita, pemerintah dalam hal ini akan mempelajari isi, substansi, dan sebagainya. Sehingga dengan demikian, pada saat ini kita belum bisa memberikan komentar apa pun, karena kita menunggu proses itu," ujar Pramono, di Istana Kepresidenan, Rabu (7/10/2015).
Selain mempelajari draf tersebut, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu mengungkapkan, pemerintah juga akan melihat perkembangan pembahasan di parlemen yang saat ini baru dalam tahap pengusulan di Badan Legislasi.
Saat disinggung soal sikap Istana beberapa bulan lalu yang menganggap pembahasan revisi UU KPK belum mendesak, Pramono tetap tak memberikan pernyataan tegas.
"Yang jelas saya tidak mau terpretensi untuk bisa menjawab apa-apa, ini karena sedang kita tunggu," katanya.
Sejumlah fraksi mengajukan draf perubahan UU KPK nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam rapat Badan Legislasi DPR, Selasa (6/10/2015), ada enam fraksi yang mengusulkan agar UU KPK direvisi.
Adapun enam fraksi itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar.
Di dalam draf itu, terdapat sejumlah kewenangan KPK yang direvisi. Misalnya, KPK tidak lagi berwenang menyidik tindak pidana korupsi yang terkait aparat penegak hukum; KPK dibatasi hanya mengusut tindak korupsi dengan kerugian minimal Rp 50 miliar; KPK juga diberikan hak untuk mengeluarkan Surat Perintah Dihentikannya Penyidikan (SPDP); kewenangan penyadapan harus atas izin Ketua Pengadilan Negeri.
Selain itu, draf revisi menyebutkan masa kerja KPK 12 tahun sejak UU diterbitkan. Sejumlah aktivis menganggap draf itu justru melemahkan fungsi pemberantasan korupsi yang dimiliki KPK saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.