Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain 30.000 Dollar AS, OC Kaligis Minta Tambahan 2.500 Dollar AS kepada Evy Susanti

Kompas.com - 01/10/2015, 13:54 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Evy Susanti, istri Gubernur nonaktif Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, di depan persidangan mengaku memberikan 30.000 dollar AS kepada pengacara Otto Cornelis Kaligis sebagai fee pengacara untuk kepentingan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan.

Namun, dari rekaman percakapan antara Kaligis dan Evy terungkap, Kaligis meminta uang tambahan sebesar 2.500 dollar AS kepada Evy. Dalam rekaman tersebut, Evy mengatakan bahwa uang sebesar 30.000 dollar AS telah diserahkan ke kantor OC Kaligis. Evy menghubungi Kaligis untuk menanyakan apakah uangnya sudah sampai di tangan Kaligis.

"Sudah, sudah (terima). Nanti kalau paniteranya minta 2.500 dollar, saya bayarin aja dulu," ujar Kaligis, dalam rekaman yang diputarkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (1/10/2015).

Pada hari ini, Evy dihadirkan dalam sidang sebagai saksi dalam perkara suap kepada hakim dan panitera PTUN Medan dengan terdakwa Kaligis.

Hakim Ketua Sumpeno kemudian menanyakan uang tambahan sebesar 2.500 dollar AS itu.

"Tadi di depan hanya 30.000 (dollar AS), tetapi ternyata dalam rekaman ada 2.500 (dollar AS). Apa ada tambahan?" tanya Hakim Sumpeno.

"Iya (tambahan), ada 2.500 dollar AS. Saya iya-iya aja karena Pak Kaligis lebih tahu apa yang dilakukan," kata Evy.

Jaksa penuntut umum kemudian memutarkan rekaman selanjutnya. Kali ini, rekaman yang diputar berisi percakapan antara Evy dan anak buah Kaligis bernama Yulius Irawansyah alias Iwan pada 3 Juli 2015. Dalam percakapan itu, Evy mengeluhkan uang tambahan yang harus diberikan untuk PTUN Medan.

"Enggak bisa dikasih tahu ya estimasi PTUN? Masa saya disuruh setor lagi 2.500. Maksudnya kasih aja estimasi budget kan biar enggak dicicil-cicil," kata Evy kepada Iwan dalam rekaman tersebut.

Jaksa lantas meminta penjelasan Evy soal keluhan itu. Evy mengatakan, karena tidak bisa menghubungi Kaligis secara langsung, maka dia kerap menghubungi Iwan atau anak buah Kaligis lainnya, M Yagari Bhastara.

"Untuk biaya PTUN tidak ada kesiapan dana," kata Evy.

Kaligis didakwa menyuap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Sumatera Utara, sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura.

Suap tersebut untuk memengaruhi putusan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas pengujian kewenangan Kejati Sumatera Utara terkait penyelidikan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), tunggakan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD Pemerintah Provinsi Sumut. Uang tersebut didapat Kaligis dari Evy yang ingin suaminya "aman" dari penyelidikan oleh Kejati Sumut tersebut.

Diketahui, Evy memberikan uang sebesar 30.000 dollar AS kepada Kaligis untuk diserahkan kepada hakim dan panitera PTUN Medan. Atas perbuatannya, Kaligis dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com