Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendidik Elite atau Rakyat

Kompas.com - 28/09/2015, 15:00 WIB
Oleh: Asep Salahudin

JAKARTA, KOMPAS - Ada dialog menarik antara Hatta dan Soekarno ketika mendiskusikan ihwal yang semestinya dilakukan terhadap rakyat yang akan dimerdekakan dari sekapan kaum kolonial. Hatta lebih memilih jalan mendidik rakyat, "Konsepsi saya, kita menjalankan perjuangan melalui pendidikan praktis untuk rakyat. Ini lebih baik daripada bekerja atas dasar daya penarik pribadi dari satu pemimpin." Hujjah seperti ini langsung direspons Bung Besar dengan argumen, "Mendidik rakyat supaya cerdas akan memerlukan waktu bertahun-tahun, Bung Hatta. Jalan yang Bung tempuh baru akan tercapai kalau hari sudah kiamat."

Tentu saja dua proklamator ini, walaupun mempercakapkan rakyat dengan jalan berbeda, memiliki rute tujuan serupa: mempercepat rakyat menemukan kemerdekaannya yang hakiki. Pada gilirannya, keduanya satu sama lain melengkapi.

Bung Karno, lulusan perguruan tinggi dalam negeri, cenderung mengembangkan politik nonkooperatif dengan pesona orasinya yang mengagitasi massa untuk terus bergerak. "Kita bergerak karena ingin hidup lebih baik, layak, dan sempurna. Kita bergerak bukan karena ideal saja. Kita bergerak karena ingin cukup makan, ingin cukup perumahan, ingin cukup pendidikan, ingin cukup minum seni dan kultur. Pendek kata, kita bergerak ingin perbaikan nasibdi dalam segala bagian dan cabang-cabangnya. Perbaikan nasib itu hanya bisa datang seratus persen jika di dalam masyarakat sudah tidak ada kapitalisme dan imperialisme...."

Sementara Bung Hatta, alumnus luar negeri, tendensinya kooperatif dengan pembawaannya yang kalem menyerukan pentingnya kaderisasi dan penataan bernegara yang solid.

Berpisah

Pada gilirannya, dwitunggal itu harus mufarakah karena prinsip-prinsip yang diyakini sudah tidak mungkin lagi dipertemukan. Berpisah tidak untuk saling membenci, apalagi melakukan provokasi dan menista satu dan lain, tetapi justru keduanya mendidikrakyat dengan pilihan cara berbeda. Yang satu lewat kekuasaan-struktural dengan suara gempita dan Bung Hatta melalui lajur sunyi kultural-pendidikan.

Keduanya tetap dipersatukan cita-cita yang sama, cita-cita yang sesungguhnya telah didialogkan jauh sebelum Indonesia merdeka, ketika keduanya aktif dalam pergerakan dan pernah merasakan sebagai manusia buangan.

Hatta aktif di Perhimpunan Indonesia di Belanda dan akhirnya harus mempertanggungjawabkan nalar kritisnya itu di pengadilan Belanda dengan pidato pembelaannya, "Indonesia Merdeka" (Indonesie Vrij), dan ketika pulang ke Tanah Air sempat dibuang ke Boven Digoel sebelum dipindahkan ke Banda Neira (1936). Sementara Soekarno dalam fragmen fenomenal terlibat Klub Studi Umum Bandung, yang berubah menjadi gerakan radikal (1926), diajukan ke pengadilan dan menyampaikan pleidoi "Indonesia Menggugat" (1930). Atas aktivitas politiknya, ia ditangkap untuk kedua kalinya pada 1933, kemudian dibuang ke Ende, Flores, pada 1934 dan tahun 1938 pengasingannya dialihkan ke Bengkulu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com