JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara keluarga Presiden kedua RI Soeharto, Mohamad Assegaf, mengatakan bahwa ahli waris Soeharto tidak perlu melakukan upaya hukum atas putusan Mahkamah Agung dalam kasus penyelewengan dana beasiswa Supersemar. Sebab, ahli waris Soeharto tidak disebutkan dalam putusan itu.
"Memang sempat geger karena ahli waris disebut-sebut harus membayar. Tapi MA sudah memberikan klarifikasi bahwa itu tidak benar," ujar Assegaf, kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2015).
Menurut Assegaf, sejak pertama kali informasi mengenai putusan MA beredar di media massa, keluarga Cendana telah menghubungi kuasa hukum. Semula, keluarga Soeharto merencanakan untuk berdiskusi dengan tim pengacara pada Selasa (11/8/2015). Namun, hal tersebut dibatalkan karena pihak keluarga menerima informasi bahwa ahli waris Soeharto tidak tercantum dalam bunyi putusan MA.
Bahkan, menurut Assegaf, sejak perkara tersebut pertama kali disidangkan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, sampai ke MA, tidak satu pun ada yang mengaitkan ahli waris Soeharto terlibat dalam perkara itu.
Assegaf memastikan bahwa keluarga Soeharto belum mengambil tindakan apapun atas putusan MA tersebut. Sebelumnya, saat dihubungi, Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi memastikan bahwa ahli waris Soeharto tidak dibebani untuk membayar ganti rugi sebesar Rp4,389 triliun. Menurut dia, ganti rugi hanya dibebankan kepada Yayasan Supersemar, selaku tergugat II. (Baca: Jubir MA Pastikan Ahli Waris Soeharto Tak Dibebani Ganti Rugi Rp 4,389 Triliun)
MA sebelumnya mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan Kejaksaan Agung dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar. MA memperbaiki kesalahan ketik yang terdapat dalam salinan putusan kasasi.
Pada 2010, MA memutuskan mantan Presiden Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Majelis kasasi yang dipimpin Harifin A Tumpa dengan hakim anggota Rehngena Purba dan Dirwoto memutuskan mereka harus membayar kembali kepada negara sebesar 315 juta dollar AS (berasal dari 75 persen dari 420 juta dollar AS) dan Rp 139,2 miliar (berasal dari 75 persen dari Rp 185,918 miliar).
Persoalan muncul ketika terjadi kesalahan dalam pengetikan putusan. MA tidak menuliskan Rp 139,2 miliar, tetapi Rp 139,2 juta alias kurang tiga angka nol.
Setelah diperbaiki dalam pemeriksaan peninjauan kembali (PK), Soeharto dan Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar kepada negara. Apabila 1 dollar AS sama dengan Rp 13.500, uang yang dibayarkan mencapai Rp 4,25 triliun ditambah Rp 139,2 miliar atau semuanya menjadi Rp 4,389 triliun. (Baca: MA Perbaiki Salah Ketik, Ahli Waris Soeharto Harus Bayar Rp 4,389 Triliun)
Kasus ini bermula ketika pemerintah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa. Dana yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa itu justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya PT Bank Duta 420 juta dollar AS, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp 150 miliar.
Negara mengajukan ganti rugi materiil 420 juta dollar AS dan Rp 185 miliar serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun. Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Supersemar bersalah menyelewengkan dana. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa yang belum puas kemudian mengajukan kasasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.