Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Penghinaan Jangan Sampai Membunuh Demokrasi

Kompas.com - 08/08/2015, 21:47 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu berpendapat  pasal penghinaan terhadap presiden sebenarnya berguna untuk menjaga wibawa Presiden.

Meskipun demikian, ia menilai pasal tersebut perlu dilengkapi penjelasan tambahan sehingga tidak menutup hak-hak warga negara untuk memberikan kritik terhadap presiden.

"Di satu sisi boleh saja untuk menjaga kewibawaan presiden, tetapi jangan sampai membunuh demokrasi," ujar Masinton, saat ditemui di Kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta Pusat, Sabtu (8/8/2015).

Menurut Masinton, harus dibedakan antara penghinaan dengan kritik. Secara universal, penghinaan tentu tidak diperbolehkan, baik terhadap presiden maupun terhadap rakyat biasa.

Terkait rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memuat kembali pasal penghinaan bagi Presiden, menurut Masinton, perlu dikaji secara mendalam.

DPR yang diberi kewenangan untuk membahas RUU KUHP perlu mengantisipasi agar pasal tersebut tidak disalahgunakan sehingga membungkam kritik terhadap penguasa.

Menurut dia, DPR akan berupaya untuk memberikan pemaknaan, termasuk memisahkan mana-mana saja yang dikategorikan sebagai penghinaan dan mana yang dikategorikan sebagai kritik.

"Jangan sampai pasal ini jadi pasal karet. Itu akan kita bahas sejelas-jelasnya dan secara detail, agar jangan sampai membungkam suara kritis," kata Masinton.

Dalam Pasal 263 RUU KUHP, pasal mengenai penghinaan terhadap Presiden kembali diusulkan menjadi undang-undang. Padahal, pasal tersebut sebenarnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006.

Saat itu MK berpandangan bahwa pasal tersebut merupakan pasal yang diadopsi dari kolonialisme, dan tidak sesuai dengan prinsip Indonesia sebagai negara demokrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com