Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Perppu Diterbitkan, Bawaslu Berharap Ada Aturan Pidana bagi Peserta Pemilu

Kompas.com - 07/08/2015, 16:41 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) menyerahkan kepada pemerintah diterbitkan atau tidaknya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengatasi calon tunggal pasangan kepala daerah di sejumlah daerah dalam Pilkada serentak.

Jika pemerintah menerbitkan perppu, Bawaslu berharap produk hukum itu tidak hanya menyelesaikan masalah calon tunggal. Perppu diharapkan memuat aturan mengenai penegakan hukum dan etika bagi peserta pilkada.

"Setidaknya kalau seandainya detik-detik terakhir perppu diambil pemerintah, maka isunya bukan hanya satu, calon tunggal, tetapi juga benahi wilayah penegakan hukum," kata anggota Bawaslu Nasrullah dalam diskusi yang digelar Bawaslu di Jakarta, Jumat (7/8/2015).

Menurut Nasrullah, aturan mengenai penegakan hukum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah masih kosong. Misalnya, tidak diatur sanksi tegas bagi peserta pilkada yang memberikan mahar politik kepada partai politik untuk bisa diusung sebagai calon kepala daerah. Sanksi terkait ini hanya diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sering kali, menurut dia, penegak hukum sulit menindaklanjuti kasus pemberian mahar karena tidak bisa menjerat partai politik sebagai subyek hukum. (baca: Nasdem: Sanksi untuk Parpol yang Minta Mahar Politik Itu Lebih Penting)

"Subyeknya kan penyelenggara negara atau PNS. Pertanyaannya, apakah parpol itu penyelenggara negara atau PNS? Ini jadi soal. Jadi dia mengalami kemandulan dari sisi penegakan hukum," ujar Nasrullah.

Kendati demikian, ia menyampaikan bahwa Bawaslu tidak akan tinggal diam jika menemukan adanya peserta pilkada yang memberikan mahar politik. Bawaslu akan menjadikan data tersebut sebagai dokumen yang siap diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi jika kemudian ada kasus pilkada yang diproses di MK. (baca: Pasangan Bakal Calon Ini Mengaku Dimintai PKPI Rp 1,6 Miliar dan Gerindra Rp 2,5 Miliar)

 

Di samping penegakan hukum, Nasrullah menilai perlunya dilakukan penegakan kode etik bagi peserta pilkada. Selama ini, kata dia, kode etik hanya diperuntukan bagi penyelenggara pilkada.

"Tetapi bagaimana mendesain agar juga bisa menerapkan kode etik kepada peserta. Bukan kepada papol saja, tetapi kepada individu, calon kepala daerah, legislatif, DPD, dan seturusnya," sambung dia. (baca: Diminta "Mahar" Politik, Sebastian Salang Batal Jadi Calon Bupati)

Nasrullah memberi contoh, misalnya memuat ancaman pembatalan pencalonan bagi peserta pilkada yang terbukti melakukan politik uang. Penegakan kode etik semacam ini diharapkan bisa meminimalkan praktik politik uang saat pilkada.

"Bisa saja diatur ancaman pembatalan secara etik jika peserta pilkada terbukti melakukan. Misalnya ada yang bagi-bagi sembako, bisa menyebabkan dibatalkan secara etik. Sulit dipidananya tetapi kalau dimasukan ke wilayah etik, bisa didiskualifikasi," tutur Nasrullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com