Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Ambil Alih Tanggung Jawab Pembangunan Infrastruktur

Kompas.com - 14/07/2015, 17:02 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Presiden dan Wakil Presiden nantinya akan mengambil alih tanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan pembangunan infrastruktur hingga tingkat daerah. Dengan demikian, aparatur negara hingga tingkat daerah mendapatkan perlindungan sehingga tidak lagi khawatir dalam memutuskan kebijakan.

Hal ini merupakan salah satu poin dalam peraturan presiden terkait percepatan pembangunan infrastruktur yang tengah disiapkan pemerintah.

"Isinya lebih tegas bahwa semua kebijakan yang sudah diputuskan oleh kabinet, oleh menteri, oleh presiden, oleh Wapres, ini yang di-protect bahwa semua ditanggungjawab oleh atasan, Presiden dan Wapres," kata Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla, yakni Sofjan Wanandi di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (14/7/2015).

Sofjan menilai bahwa pemerintah perlu memberikan perlindungan kepada aparatur negara untuk menjalankan kebijakan yang sudah digariskan pemerintah pusat. Dengan demikian, birokrasi diharapkan tidak lagi takut untuk bertindak karena khawatir kebijakannya berpotensi dipidanakan.

"Sebagian besar seperti sekarang. Misalnya Dahlan Iskan jadi tersangka, 19 orang PLN ini menjadi tersangka juga karena hanya menjalankan perintah menterinya, Pak Dahlan. Kan diperintah, lalu bagaimana mau tidak dijalankan, tapi jadi tersangka. Soal masalah Chevron jadi tersangka, masuk penjara, masalah Indosat, itu semua keputusan menteri, loh kok sekarang dipenjara?" kata Sofjan.

Ia menilai ada yang salah dengan aparat penegak hukum yang gencar menindak kasus korupsi belakangan ini. Aparat penegak hukum terkesan mencari-cari kesalahan pejabat hingga yang terkecil.

"Bukan kebijakannya yang salah, tetapi aparat hukum kita kan diberi target, sekarang ini jor-joran antikorupsi. Jadi semua cari, kalau saya kalah tender, saya ngadu project officer yang menang ini nanti main nih, lalu diperiksa polisi atau jaksa," tutur Sofjan.

Jika aparat pemerintah tidak diberikan perlindungan dalam menjalankan kebijakannya, Sofjan khawatir proses pembangunan ke depannya terseok-seok.

"Kalau tidak maka negara tidak akan jalan. Sudah berapa menteri yang ditangkap dalam 10 tahun terakhir, sembilan menteri, berapa puluh gubernur, korupsi terus saja berjalan, tidak jalan-jalan pembangunan kita. Birokrasi kita tidak mau kerja, alasannya takut gerak, banyak juga yang overlaping dengan green area dan lain-lain," kata Sofjan.

Kendati demikian, Sofjan menolak jika payung hukum terkait perlindungan kepada aparatur negara ini dinilai bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. Ia sepakat bahwa pelaku tindak pidana korupsi harus dipidanakan.

Menurut Sofjan, diskresi atau kebijakan sedianya tidak menjadi bagian dari pemeriksaan atau tuntutan pidana. Proses penyelesaian masalah sedianya bisa didorong melalui jalur administrasi.

"Korupsi itu memang pidana, mencuri. Kalau kebijakan bukan korupsi. Kalau kebijakannya memang segaris dengan tujuan pemerintah kan tidak melanggar, tapi kalau mencuri barang di sana itu yang melanggar," ujar dia.

Sofjan lantas mencontohkan kasus dugaan korupsi dana talangan Century. Dalam kasus ini, menurut dia, mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani seolah menjadi pihak yang patut dipersalahkan. Padahal ketika itu Sri Mulyani memutuskan kebijakan terkait pemberian dana talangan kepada Bank Century dalam keadaan krisis keuangan, serta demi menyelamatkan negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com