Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novel Minta Polri Ganti Rugi Rp 1 Miliar dalam Wujud Kampanye Antikorupsi

Kompas.com - 11/05/2015, 16:33 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, kembali mendaftarkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (11/5/2015). Melalui kuasa hukumnya, Novel meminta Polri untuk memberikan ganti rugi berupa kampanye antikorupsi senilai Rp 1 miliar di lima daerah.

"Jika menang, kita minta Polri berikan ganti rugi Rp 1 miliar untuk kampanye antikorupsi di daerah-daerah," ujar salah satu pengacara Novel, Bahrain, saat ditemui di PN Jaksel, Senin siang.

Bahrain mengatakan, Novel menuntut ganti rugi bukan semata-mata ditujukan bagi kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan umum, yaitu pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Biaya sebesar Rp 1 miliar akan dikelola oleh kepolisian, di bawah supervisi KPK.

Kelima daerah yang diminta untuk dilakukan kampanye meliputi Bengkulu dengan tema kampanye terkait pemberantasan korupsi pada isu illegal logging, judi, dan narkotika. Adapun di Makassar, tema kampanye terkait pemberantasan korupsi pada isu pelayanan publik dan sektor swasta di Provinsi Sulawesi Selatan-Barat.

Novel juga meminta kampanye di Kupang, Nusa Tenggara Timur, dengan tema pemberantasan korupsi pada isu perdagangan dan penyelundupan manusia. Di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Novel menuntut adanya kampanye dengan tema pemberantasan korupsi pada isu sumber daya alam. Sementara di Jayapura, Papua, tema kampanyenya terkait pemberantasan korupsi melalui kampanye antisuap dan antipolitik uang.

Saat pengajuan gugatan praperadilan pertama, pekan lalu, kuasa hukum Novel meminta kepolisian memberikan ganti rugi jika terbukti melakukan kesalahan dalam penangkapan terhadap dirinya. Polri harus menyatakan ketidakabsahan penangkapan Novel yang didasarkan pada surat perintah penangkapan Nomor SP/Kap/19/IV/2015/Dittipidum tertanggal 24 April 2015. Polri juga harus menyatakan bahwa penahanan Novel yang didasarkan pada surat perintah penahanan Nomor SP.Han/10/V/2015/Dittipidum tertanggal 1 Mei 2015, tidak sah.

Kuasa hukum Novel juga meminta Polri melaksanakan audit soal kinerja penyidik dalam penanganan perkara Novel yang merupakan salah seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. Polri juga diminta meminta maaf kepada Novel dan keluarganya melalui pemasangan baliho bertuliskan "Kepolisian RI Memohon Maaf kepada Novel Baswedan dan Keluarga Atas Penangkapan dan Penahanan yang Tidak Sah". Terakhir, Novel meminta hakim menghukum termohon untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp 1.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com