Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Didesak Tak Jadikan Budi Mulya Korban Sendirian dalam Kasus Century

Kompas.com - 09/04/2015, 21:18 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasca-putusan Mahkamah Agung yang memperberat vonis untuk mantan Deputi Gubernur BI, Budi Mulya, Komisi Pemberantasan Korupsi didesak untuk segera menindaklanjuti kasus dana talangan atau bailout Bank Century. Menurut anggota Komisi III DPR Muhammad Misbakhun, tindak lanjut bisa dilakukan dengan pemeriksaan nama lain yang diduga terlibat, seperti mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono, mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan Sri Mulyani, serta mantan Deputi Gubernur Siti Fadjriah.

"Pelaku lain belum. Kapan ini yang lain? Janji KPK harus dibuktikan sekarang karena mereka dulu menunggu kasus ini inkracht," kata Anggota Komisi III DPR Muhammad Misbakhun saat rapat dengan KPK, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/4/2015).

Menurut Misbakhun, Budi Mulya bukanlah pelaku utama tindak kejahatan korupsi dalam proses bailout Bank Century. Dia mengaku prihatin karena seakan Budi Mulya sendiri yang menanggung beban atas bailout bank itu.

"Saya prihatin ini tidak berlanjut ke pihak yang lebih tinggi posisinya. Padahal Pak Budi Mulya didakwakan atas yang berkaitan Robert Tantular dan FPJP ke Bank Century. Sementara FPJP itu terkait banyak orang. Ada Gubernur BI, Ketua KKSK, dan sebagainya," kata Politisi Partai Golkar itu. 

Apalagi, lanjut Misbakhun, dalam dakwaan terhadap Budi Mulya, jelas disebutkan ada peran berbagai pihak seperti Boediono, Raden Pardede, dan Sri Mulyani. Oleh karena itu, dia menekankan seharusnya Budi bukanlah sasaran pertama yang menjadi target KPK.

"Jangan sampai Pak Budi Mulya menjadi korban sendirian. Ini kan hanya pejabat di bawah yang menjalankan tugas," ucapnya.

Pimpinan sementara KPK, Johan Budi mengatakan, pihaknya akan mempelajari putusan MA atas perkara terkait Budi Mulya tersebut. Karenanya, dia meminta publik menunggu hingga KPK menerima salinan putusan itu. Seandainya putusan diterima, pihaknya akan langsung mempelajari untuk mengetahui tindakan yang akan diambil.

Menurut dia, beberapa alternatif tindakan sudah disiapkan. "Bisa membuka penyelidikan baru. Jadi tergantung putusan MA yang kita anggap berkekuatan hukum tetap," ucap dia. 

Seperti dikutip dari Tribunnews.com, Mahkamah Agung menolak kasasi Budi Mulya terkait kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Mengadili, menolak kasasi terdakwa dan mengabulkan kasasi penuntut umum dan membatalkan putusan pengadilan negeri atau pengadilan tinggi mengadili sendiri," demikian bunyi petikan amar putusan kasasi MA, Kamis (9/4/2015).

Majelis kasasi yang terdiri dari Hakim Agung Artidjo Alkostar, M Askin, dan MS Lumme juga memperberat pidana Budi menjadi 15 tahun penjara. Majelis juga menjatuhkan denda Rp 1 miliar subsider delapan bulan kurungan.

Pada tingkat sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memvonis Budi dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com