JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhani, menilai terjadinya konflik pascapemilihan kepala daerah dipicu karena adanya intervensi untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Menurutnya, intervensi itu bukan pada saat penghitungan suara namun pada saat tahapan baru diselenggarakan.
"Intervensi pemilu kepala daerah saya lihat menjadi pemicu konflik. Intervensi bukan pada saat hasil penghitungan, tapi mulai perekrutan penyelenggara pemilu," kata Fadli dalam Seminar Nasional bertema 'Demokrasi, Kekerasan dan Pembangunan Perdamaian di Wilayah Pasca Konflik di Indonesia' di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (25/3/2015).
Fadli mencontohkan, intervensi dalam pilkada adalah adanya intimidasi kepada para pemilih. Selain itu kata Fadli, intimidasi dalam pilkada adalah adanya politik uang yang digunakan oleh salah satu pasangan calon.
"Intervensi itu membuat pelaksanaan Pilkada tidak demokratis. Sehingga ketika ada yang memprovokasi maka akan terprovokasi yang akhirnya terjadi konflik," tuturnya.
Masih kata Fadli, para elite partai politik harus turun ke bawah untuk mampu menenangkan para kadernya. Menurutnya, aparat penegak hukum juga harus sigap dalam mencegah terjadinya konflik akibat proses Pilkada.
"Pencegahan terjadinya konflik harus dilakukan. Publik juga jangan mudah terpancing akan situasi politik," ucapnya. (Muhammad Zulfikar)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.