Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telkomsel Disadap, Wapres Ingatkan Hati-hati jika Komunikasi via Telepon

Kompas.com - 06/03/2015, 19:03 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap penyadapan terhadap Telkomsel yang diduga dilakukan Australia dan Selandia Baru merupakan hal yang biasa. Penyadapan seperti itu, menurut dia, sulit dicegah pada era perkembangan teknologi seperti sekarang ini.

"Penyadapan itu bukan hal yang pertama. Dulu, Presiden pun disadap. Saya disadap juga oleh Australia. Teknologi sekarang, Anda bisa menyadap dari sini, di Amerika, ini kan karena teknologi sudah demikian mudahnya," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Jumat (6/3/2015).

Lagi pula, menurut dia, pelaku penyadapan semacam ini sulit dibuktikan. Pemerintah tidak akan mengajukan protes kepada Selandia Baru ataupun Australia karena tidak memiliki bukti terkait penyadapan tersebut.

"Frekuensi itu kan terbuka sekali, apalagi kalau dia masuk ke sistem operator. Ya mudah sekarang kan pakai frekuensi, bisa gampang disadap orang," tutur Kalla.

Kalla mengatakan, sejauh ini juga belum ada perintah kepada Badan Intelijen Negara untuk mengusut informasi penyadapan itu. Ia hanya berpesan agar ke depannya lebih berhati-hati jika ingin membicarakan suatu hal yang sifatnya rahasia melalui telepon.

"Kita juga lakukan itu (sadap), BIN juga menyadap orang. Jadi, hati-hati saja, siapa yang mau bicara rahasia ya ketemu langsung atau pakai telepon antisadap," kata dia.

Sebelumnya, Australia dan Selandia Baru disebut-sebut menyadap jaringan telekomunikasi Indonesia. Kedua negara tersebut bekerja sama mencegat lalu lintas milik Telkomsel yang mempunyai 122 juta pelanggan. Demikian dokumen yang dibocorkan mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional (NSA) AS Edward Snowden, seperti dikutip media Australia, The Sidney Morning Herald (SMH), Kamis (5/3/2015).

Dokumen tersebut mengungkapkan bahwa Direktorat Sinyal Australia bekerja sama dengan Biro Keamanan Komunikasi Selandia Baru, memata-matai jaringan telekomunikasi Indonesia dan Pasifik Selatan. Australia dan Selandia Baru mencegat komunikasi satelit dan kabel telekomunikasi bawah laut, serta berbagai data, dari panggilan telepon, e-mail, hingga pesan media sosial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com