"Saya tidak menyangka dapat penghargaan ini. Saya rasa ini buah atas apa yang saya kerjakan selama ini," ujar Piether kepada wartawan di pelataran Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (5/3/2015) kemarin.
Pria yang menjabat anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) Polres Kota Mamuju, Sulawesi Selatan, itu adalah satu dari lima polisi yang menerima Polmas Award. Empat lainnya adalah personel Bhabinkamtibmas Polres Nganjuk Aiptu Nanik Yuliati, Kapolda Kalimantan Selatan Brigjen Pol Machfud Arifin, Kapolda Riau Brigjen Pol Dolly Bambang Hermawan, dan Kapolda Lampung Brigjen Pol Heru Winarko.
Piether mendapatkan penghargaan atas apa yang dilakukannya, yaitu mengembalikan 178 anak ke bangku pendidikan sekaligus menjadi pengajar bebas di sejumlah sekolah. Ia dianggap mampu memperbaiki kepercayaan publik terhadap polisi.
Berawal dari senjata
Piether mengisahkan, ia mengawali karier sebagai polisi di satuan Brimob Polda Makassar pada 1995. Dalam perjalanannya, ia menempuh pendidikan berat di salah satu pantai di Jawa Timur dan kembali bertugas di satuan wilayah yang juga merupakan kampung halamannya. Namun, memegang senjata dan bertugas pada masa-masa konflik tidak membuat Piether bangga. Dia malah merasa dianggap sebelah mata oleh masyarakat.
Seiring waktu, keinginan Piether untuk melepaskan senjata dan terjun ke pelayanan masyarakat kian kuat.
"Saya berkomitmen, harus geser ke kesatuan umum. Puji Tuhan, tahun 2006, saya benar pindah ke Bhabinkamtibmas Polres Mamuju," ujar Piether.
Di kesatuan yang baru, Piether mengaku kian luwes mengaktualisasikan diri. Puncaknya ialah pada tahun 2013 ketika selesai menimba ilmu soal pelayanan masyarakat dari pelatihan personel Bhabinkamtibmas. Piether dan rekan-rekannya menerapkan door to door system untuk melakukan pendekatan sosialisasi keamanan dan penegakan hukum di wilayahnya.
Saat bertatap muka dengan rakyat kecil, Piether menemukan sebuah persoalan, yaitu banyaknya anak putus sekolah di daerah tempat ia bertugas. Bahkan, data dari Dinas Pendidikan setempat tidak sesuai dengan apa yang dilihatnya di lapangan.
Jumlah anak putus sekolah di daerahnya lebih banyak dari data yang ada.
178 anak putus sekolah
Piether dan rekan-rekannya melakukan pendataan hingga menemukan 178 anak putus sekolah. Bermodal nekat, ia melaporkan data itu ke jajaran kepala unit, kepala satuan, hingga Kapolres setempat. Gayung bersambut, data Piether disambut baik atasannya.
Kapolres Kota Mamuju langsung menggelar rapat.
"Rapat itu memutuskan seluruh personel di Polres Mamuju urunan Rp 50.000. Uang itu kami pakai untuk membeli perlengkapan sekolah anak-anak itu, buku, topi, tas," ujar Piether.
Tidak sampai setahun, aksi polisi tersebut mendapat perhatian dari lembaga pemerhati anak. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat, baik lokal, nasional, maupun Unicef, akhirnya turut memberikan bantuan. Sang Kapolres, lanjut Piether, sempat diundang ke Bangkok, Thailand, dan Australia untuk menerima bantuan sekaligus pembicara mengenai apa yang dilakukan kesatuannya.
"Saya makin bertekad untuk melakukan lebih dari ini," ujar Piether.
Bagaimana Piether membebaskan ratusan anak putus sekolah ke dunia pendidikan adalah cerita tersendiri dalam perjalanan hidup Piether.
Bagaimana ceritanya? Adakah suka dan duka selama Piether mengemban sesuatu yang sebenarnya bukan tugasnya? Nantikan di artikel selanjutnya...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.