Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangsa Indonesia Kehilangan Arah

Kompas.com - 03/03/2015, 15:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menilai, bangsa Indonesia kini sudah kehilangan arah. Kondisi saat ini sangat memprihatinkan karena bersamaan dengan kondisi tersebut, sesama anak bangsa juga mulai saling tidak percaya satu sama lain sehingga mengancam kelangsungan bangsa.

"Sekarang ini bisa dikatakan terjadi sikap saling percaya yang rendah antarlembaga negara. Terjadi sikap saling mengintip dan saling menerkam. Kalau bangsa ini dibangun dengan sikap tidak percaya, maka dapat mengawali kehancuran bangsa," kata Arief Hidayat, Senin (2/3/2015), dalam diskusi Empat Pilar MPR RI di Gedung MPR, Jakarta.

Ia mengungkapkan, dalam buku-buku yang dia pelajari, pada saat Nol Kilometer (tahun 1945), bangsa Indonesia hidup dalam kondisi saling percaya yang sangat tinggi. "Saat itu, (pemikiran) Soekarno bisa bertemu dengan Natsir sehingga ketemu dasar negara kita Pancasila," ujar Arief.

Menurut dia, saat ini Indonesia merupakan negara demokrasi, tetapi kenyataannya antarkelompok tidak ada yang mau mengalah. "Inggris itu unwritten constitution (konstitusinya tidak tertulis), tetapi demokrasinya dijalankan dengan benar, maka jadinya benar," kata Arief.

Berada di tepi jurang

Sehari sebelumnya, Minggu (1/3/2015), pengamat politik, Yudi Latif, mengatakan, demokrasi Indonesia seolah berada di tepi jurang. Meruncingnya konflik internal partai, benturan antarinstitusi, dan meningkatnya kekerasan di tengah masyarakat memperlihatkan bangsa ini sedang menghadapi persoalan serius.

Demokrasi Indonesia kini semakin sulit untuk dikembalikan ke rel yang benar karena telanjur rusak. "Dulu, ada presiden seperti Soekarno yang sangat berwibawa dan mampu menerbitkan dekrit dalam kondisi darurat. Apakah sekarang ada?" katanya.

Untuk memulihkan demokrasi, Yudi berpendapat, masyarakat Indonesia harus mundur sejenak. "Kita harus mencari titik keseimbangan baru dan konsensus baru dalam politik. Terlebih lagi, setelah amandemen UUD, ternyata cabang-cabang kekuasaan dalam kondisi setara. Akibatnya, terjadi konflik antarinstansi," ujarnya.

Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, menilai, Indonesia telah memasuki fase "jebakan demokrasi".

"Kita akan sulit bergerak karena politisi didominasi oleh pemilik modal. Masyarakat menengah kita pun terperangkap karena ada ketergantungan terhadap pemilik modal. Ini berbahaya sekali. Untuk menuntaskan itu, semua harus ada upaya radikal untuk membalikkan keadaan," kata Kristiadi.

Kristiadi mencontohkan, dalam sebuah kegiatan partai politik, seperti musyawarah nasional, sebenarnya bisa dipertanyakan siapa yang menyumbang kegiatan tersebut. Hal ini penting agar Indonesia tidak mengalami seperti yang pernah terjadi di Italia dan Kolombia. "Ketika itu, politisi justru menjadi jongos dari mafia, para pemodal itu," ungkapnya. (ryo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com