Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Transaksi Politik, Revolusi Mental Jokowi Mulai Dipertanyakan

Kompas.com - 20/01/2015, 13:12 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Analis Ekonomi dan Politik dari Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga menilai, "Revolusi Mental" yang sejak kampanye diusung Presiden Joko Widodo hingga kini belum terbukti. Padahal, kata dia, konsep tersebut dicanangkan untuk mendorong masyarakat untuk mencegah munculnya korupsi dan bobroknya birokrasi.

"Mendekati seratus hari pemerintahan Presiden Joko Widodo, Labor Institute Indonesia berpendapat bahwa konsep Revolusi Mental yang terus digadang-gadang Jokowi ketika saat kampanye presiden belum terbukti," ujar Andy melalui siaran pers, Selasa (20/1/2015).

Andy mengatakan, Labor Institute mencatat sejumlah indikator yang menyatakan bahwa Revolusi Mental belum terwujud. Pertama, sebut Andy, nampak "cacat" di bidang penegakkan hukum dengan hanya menunda pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri, padahal sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Tidak tegasnya Jokowi dalam menentukan calon Kapolri, dengan masih mempertahankan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri walaupun KPK telah menetapkan BG sebagai tersangka," ujar Andy.

Selain itu, lanjut Andy, Revolusi Mental juga tidak terbukti di bidang birokrasi aparatur negara. Ia mengatakan, Presiden Jokowi mengeluarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) No 214/M/2014 per tanggal 29 Desember 2014 tentang Pengangkatan Hasban Ritonga sebagai Sekretaris Daerah Propinsi Sumatera Utara, sementara saat ini yang bersangkutan merupakan terdakwa kasus korupsi.

Sehari sebelum dilantik, Hasban menjalani persidangan dengan status terdakwa kasus sengketa lahan di Jalan Williem Iskandar, Deli Serdang. Andy mengatakan, indikator selanjutnya yaitu penunjukan Jaksa Agung HM Prasetyo dan Dewan Pertimbangan Presiden yang menurutnya jauh dari harapan publik.

Ia menilai, ada unsur politis di balik penunjukan Prasetyo yang sebelumnya merupakan kader Partai Nasdem, salah satu partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat. Menurut dia, penempatan mantan politisi dalam lembaga penegak hukum dikhawatirkan dapat menghambat revolusi mental dalam penegakan hukum, termasuk kasus korupsi.

"Selain itu, kesan bagi-bagi kursi terhadap partai politik pendukung pemerintah yang tergabung dalam KIH juga terbukti dalam keanggotaan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Seharusnya Jokowi memilih tokoh-tokoh senior yang ahli dibidangnya dan bebas dari partai politik," kata Andy.

Oleh karena itu, Andy mengingatkan Jokowi untuk kembali fokus mewujudkan Revolusi Mental dalam pemerintahannya. Jika terus berlanjut, kata Andy, dukungan masyarakat kepada Jokowi dan pemerintah akan terus merosot.

"Pergeseran dukungan rakyat terhadap pemerintahan Jokowi akan terus menurun apabila Jokowi tidak konsisten terhadap Konsep Revolusi Mental dan Nawa Cita yang digadang-gadang sebagai jargon kampanye Jokowi ketika mencalonkan diri sebagai Presiden," ujar Andy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com