Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Birokrasi Satu Pintu

Kompas.com - 08/01/2015, 19:03 WIB

Oleh Antonius Tarigan

KOMPAS.com - BEBERAPA waktu lalu, Presiden Joko Widodo meminta para gubernur segera membangun pelayanan perizinan satu pintu (one stop service) untuk investor. Jika tidak, dana alokasi khusus akan dihapus untuk daerah yang bersangkutan, termasuk mengurangi jumlah dana alokasi umum (DAU).

Sebagai mantan pengusaha, Jokowi memang tahu seluk-beluk perizinan di daerah. Birokrasi pelayanan yang berbelit-belit membuat investor tidak mudah berusaha di Indonesia.

Laporan Global Competitiveness Report 2012-2013 menunjukkan, inefficient government bureaucracy di Indonesia tertinggi dalam daya saing bisnis. Bobotnya, 15,4 persen lebih besar dari masalah korupsi (14,2 persen) serta infrastruktur (8,7 persen). Akibatnya, Indonesia hanya menempati posisi ke-50 dari 144 negara pada 2013, sedangkan Malaysia di posisi ke-25, Thailand ke-38, Tiongkok ke-29, Jepang ke-10, dan Singapura ke-2.

Pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) bukanlah kebijakan baru di Indonesia. Kebijakan ini telah dimulai sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005 dan berkembang setelah UU No 25/2009 tentang Pelayanan Publik ditetapkan.

Dengan PTSP, pemohon perizinan tidak perlu lagi mengurus berbagai surat dan dokumen di dinas berbeda dengan lokasi kantor yang berbeda pula. Harapannya PTSP membuat perizinan lebih mudah, murah, dan cepat.

Namun, kualitas PTSP belum menggembirakan. Dalam pelaksanaannya masih terdapat istilah ”satu pintu banyak meja”, ”satu pintu banyak jendela”, atau ”satu pintu banyak kunci”.

Satu pintu banyak meja berarti masuk dalam satu kantor, tetapi banyak dinas yang harus ditemui. Satu pintu banyak jendala berarti satu kantor, tetapi berkas dan dokumen harus dibawa ke dinas terkait di luar. Satu pintu banyak kunci berarti satu kantor perizinan, tetapi tanda tangan persetujuan perlu kewenangan instansi lain. Misalnya, pemerintah kabupaten/kota harus meminta rekomendasi dari pemerintah provinsi hingga pusat.

Kendala lapangan

PTSP di daerah menghadapi beberapa permasalahan. Pertama, tidak semua kepala daerah/kepala dinas mau melimpahkan kewenangannya ke kepala PTSP. BKPM (2013) mencatat baru 41 persen pemerintah daerah yang mendelegasikan kewenangannya ke kepala PTSP. Alasannya, beberapa izin terkait dinas spesifik, seperti kesehatan dan lingkungan, yang dianggap perlu rekomendasi dinas terkait.

Kedua, keterbatasan sumber daya manusia. Idealnya PTSP memiliki staf teknis, seperti ahli penilaian amdal, kesehatan, sipil, dan transportasi. Namun, jumlah staf tersebut umumnya berada di dinas/instansi asalnya dan bukan di PTSP.

Ketiga, status kelembagaan PTSP yang beragam. Ada yang berbentuk badan, dinas, dan kantor, dengan implikasi yang berbeda-beda.

Jika berbentuk dinas dan badan biasanya mudah berkoordinasi dengan dinas/badan lain karena levelnya setara. Apabila dalam bentuk kantor menjadi sulit berkoordinasi karena level yang berbeda. Parahnya apabila PTSP masih bersifat ”unit” yang ditempelkan di kelembagaan lain.

Keempat, disharmoni regulasi PTSP dan ego sektoral. Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Permendagri No 20/2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pelayanan Terpadu di Daerah. Setelah itu terbit Perpres No 27/2009 tentang PTSP di Bidang Penanaman Modal.

Kedua peraturan tersebut membingungkan pemerintah daerah mengingat banyak yang tumpang tindih dalam kedua peraturan itu. Dampaknya, pemerintah daerah seperti memiliki ”dua jenderal”, yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk koordinasi, pembinaan, hingga pengawasan PTSP di daerah.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com