Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Sahabat yang Hilang Bersama Gelombang

Kompas.com - 26/12/2014, 22:55 WIB

Oleh: Ahmad Arif

KOMPAS.com - Setiap tanggal 26 Desember, ingatan Mohammad Hamzah, wartawan Suara Pembaruan di Banda Aceh, seperti diputar ulang. Dia tak pernah lupa percakapan terakhirnya dengan sang sahabat, wartawan Kompas, Nadjmuddin Oemar.

Minggu pagi itu, persis 10 tahun lalu, seperempat jam setelah gempa berkekuatan 9,3 skala Richter mengguncang Aceh. Hamzah masih berdiri di halaman rumah dengan kebingungan ketika telepon genggamnya berdering.

Nama Nadjmuddin terpampang di layar. ”Hai kabudoeh peu kaeh lom,” kata Nadjmuddin dengan nada bercanda mengingatkan Hamzah agar lekas bangun dan jangan tidur lagi.

Hanya satu kalimat, setelah itu terputus. Bahkan, Hamzah pun tak sempat mengiyakan. ”Saya coba telepon dia, tetapi tidak nyambung,” kisah Hamzah. Perasaannya galau, tak tahu apa yang mesti dilakukan.

Tak berselang lama, Hamzah mendengar teriakan panik bersahutan, ”Air! Air! Air! Air...!” Keriuhan itu berbarengan dengan suara langkah kaki orang yang berhamburan dari belakang rumahnya, dari arah laut.

”Kebakarankah?” pikir Hamzah. Di Aceh kala itu, teriakan air identik dengan kebakaran. Secara refleks Hamzah memanjat dinding rumahnya, mencari tahu di mana kebakaran itu.

Dari kejauhan ia melihat air hitam bergelombang, bergulung-gulung, menelan rumah warga hingga ke atap. Seketika dia turun, lari sekuat-kuatnya ke jalan besar, hanyut dalam kerumunan orang yang kebingungan.

Dari arah belakang, air bergulung mengejarnya, menelan apa dan siapa saja. Entah sudah berapa ratus meter ia berlari ketika bertemu teman yang hendak mengantarkan sepeda motornya yang dipinjam. ”Saya langsung menyuruhnya memutar balik ke arah Simpang Jeulingke,” kisahnya.

Hamzah menemukan istrinya, sejarak 800 meter dari rumah. Berjejalan mereka naik sepeda motor. Dia panggul kedua anaknya. Istrinya duduk di belakang bersama keponakan. ”Saya tak tahu bagaimana bisa naik sepeda motor berenam. Itu keajaiban,” ujarnya.

Hamzah yang tinggal 300 meter dari bibir pantai akhirnya selamat dari gempa dan tsunami. Sementara Najmuddin, yang tinggal di Kajhu, menghilang bersama sekitar 160.000 warga Aceh lainnya.

Hamzah mengaku selamat karena kebetulan. Dia tak pernah mengantisipasi kemungkinan tsunami, sebagaimana kebanyakan warga Aceh lainnya, sekalipun goyangan gempa sangat dikenal warga, sedekat desing peluru dan dentum bom selama 30 tahun konflik bersenjata.

Hingga sebelum gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 itu, tak sekali pun kabar di media massa mengungkap ancaman tsunami di Aceh. Inilah dosa berjemaah antara ilmuwan, pemerintah, dan pekerja media yang alpa mengingatkan warga untuk bersiaga.

Bayangan tentang negeri yang dibelit Cincin Api Pasifik—zona terjadinya 80 persen gempa dan tsunami paling mematikan di Bumi—saat itu masih jauh dari benak masyarakat Aceh, bahkan masyarakat Indonesia.

Kehidupan baru

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com