Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BNN Anggap Hukuman Mati Terkait Kasus Narkoba Tidak Melanggar HAM

Kompas.com - 10/12/2014, 14:56 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Badan Narkotika Nasional menilai hukuman mati terhadap pelaku kasus narkoba tidak melanggar hak asasi manusia. Kepala Humas BNN Kombes Sumirat Dwiyanto mengatakan, hukuman mati terkait kasus narkoba sudah mengalami kajian mendalam, termasuk uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

"Memang banyak orang yang berbicara tidak setuju dengan hukuman mati. Tapi waktu judicial review di MK, itu masih sah untuk dilaksanakan. Tidak melanggar HAM atau undang-undang," kata Sumirat kepada Kompas.com, Rabu (10/12/2014).

Menurut dia, hukuman mati yang diberikan juga memiliki standar tertentu, yakni hanya diterapkan kepada bandar atau pengedar dalam skala yang besar. Jika seseorang hanya menggunakan narkoba, maka hukuman mati tidak mungkin akan diterapkan.

"Justru yang hanya menggunakan itu harus direhabilitasi supaya sembuh," ujar Sumirat.

Oleh karena itu, lanjut dia, keputusan Presiden Joko Widodo yang menolak permohonan grasi dari 64 terpidana mati narkoba bukan lah suatu hal yang salah. BNN mendukung penuh penolakan grasi itu asal dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada. (baca: Jokowi Tolak Permohonan Grasi 64 Terpidana Mati Kasus Narkoba)

"Kita harus paham dengan undang-undang yang berlaku, tiap negara kan punya kedaulatannya sendiri," pungkasnya.

Sebelumnya, Jokowi memastikan akan menolak permohonan grasi yang diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba. Kepastian itu disampaikan Presiden Jokowi di hadapan civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dalam kuliah umum yang digelar di Balai Senat Gedung Pusat UGM, Selasa (9/12/2014).

"Saya akan tolak permohonan grasi yang diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba. Saat ini permohonannya sebagian sudah ada di meja saya dan sebagian masih berputar-putar di lingkungan Istana," kata Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menegaskan, kesalahan itu sulit untuk dimaafkan karena mereka umumnya adalah para bandar besar yang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah merusak masa depan generasi penerus bangsa.

Namun, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik sikap Presiden tersebut.

"Itu berarti Jokowi enggak mengerti HAM," kata Koordinator Kontras Haris Azhar kepada Kompas.com, Selasa (9/12/2014) malam.

Haris menilai, hukuman mati bukan cara yang tepat untuk menghukum terpidana kasus narkoba. Jika terpidana narkoba di hukum mati, menurut dia, belum tentu para bandar atau pengedar narkoba akan jera. (baca: Tolak Grasi Terpidana Mati Kasus Narkoba, Jokowi Dianggap Tak Mengerti HAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com