"Mereka sering datangi kapal kami, minta apa saja, beras, minta air. Kalau enggak dikasih, ya maksa," ujar Bahri, seorang nelayan di Pulau Derawan, Rabu (26/11/2014). Dia dan para nelayan lokal lain mengaku kerap tidak bisa berbuat banyak dan memberikan apa yang diminta itu karena kalah jumlah orang di kapal.
"Mereka kan kalau melaut itu bisa belasan orang. Laki-lakinya saja sudah berapa, meski ada anak-anak. Kami takut diapa-apain kan kalau tidak kasih," lanjut Bahri.
Bahri bertutur pula bahwa para manusia perahu tersebut kerap mengambil ikan dengan cara yang tak sesuai ketentuan. Perairan Derawan ini adalah wilayah konservasi laut, dengan pembagian zona yang diizinkan diambil ikannya dan ada yang menjadi zona larangan. Aturan soal inilah yang sering dilanggar para manusia perahu itu.
"Makanya, hasil tangkapan kami makin ke sini makin sedikit karena wilayah yang jadi titik ikan bertelur, beranak, sudah dirusak nelayan asing itu," lanjut Bahri. Dia yang juga menjadi ketua kampung di Pulau Derawan berharap persoalan tersebut jadi prioritas pemerintah pusat.
Bahri berharap tidak ada lagi nelayan asing yang bisa sesuka hati masuk perairan Indonesia dan menjarah hasil lautnya. Saat ini, 544 manusia perahu ditampung di tenda Kampung Tanjung Batu, Berau, setelah ditangkap satuan keamanan laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama TNI dan Polri.
Para manusia perahu ini adalah warga suku Bajo dari Samporna, Malaysia, dan Filipina. Pemerintah Indonesia menganggap mereka mencuri hasil laut Indonesia untuk dijual ke negara lain berdasarkan bukti-bukti yang ada. Rencananya, mereka akan dikembalikan ke asalnya dan sedang dalam proses koordinasi dengan kementerian lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.