Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah 10 Perbaikan Pilkada Langsung yang Dimuat SBY dalam Perppu

Kompas.com - 02/10/2014, 22:20 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono resmi menerbitkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Kedua perppu itu ditujukan untuk membuat pilkada yang sebelumnya ditetapkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi langsung oleh rakyat.

Presiden SBY menyebutkan bahwa selama 10 tahun memimpin Indonesia, dia selalu sepakat terhadap proses pilkada secara langsung. "Akan tetapi, pada saat bersamaan, saya mengerti bahwa dalam pelaksanaan harus ada perbaikan. Perbaikan itu sudah kami sampaikan dalam berbagai kesempatan, dan telah dimasukkan ke dalam perppu pilkada ini," kata SBY dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (2/10/2014).

Apa saja 10 perbaikan yang dimasukkan SBY ke dalam perppu ini?

1. Uji publik calon kepala daerah dengan uji publik yang bisa mencegah adanya calon yang buruk dan kapasitas rendah. Namun, uji publik ini tidak menggugurkan hak seseorang untuk maju sebagai gubernur, bupati, dan wali kota.

2. Penghematan dan pemotongan anggaran yang signifikan karena dirasakan selama ini biayanya besar.

3. Mengatur pembatasan kampanye dan kampanye secara terbuka sehingga biaya bisa dihemat dan mencegah benturan antar massa.

4. Akuntabilitas dana kampanye termasuk dana sosial. Tujuannya untuk mencegah kolusi.

5. Larangan politik uang, termasuk serangan fajar dan pembayaran terhadap partai politik pengusung. (SBY menyebutkan, banyak kepala daerah melakukan korupsi karena biaya pengeluaran kampanye).

6. Larangan fitnah dan kampanye hitam karena bisa menyesatkan publik karena merugikan calon yang difitnah. Para pelaku fitnah perlu diberikan sanksi hukum.

7. Larangan pengerahan aparat birokrasi, karena ditengarai banyak calon menggunakan aparat birokrasi sehingga bisa mengganggu netralitas.

8. Larangan pencopotan aparat birokrasi pasca pilkada, karena calon yang menang merasa tidak didukung oleh aparat birokasi.

9. Selesaikan penyelesaian sengketa pilkada yang akuntabel dan tidak berlarut-larut serta perlu sistem yang tidak mudah dilakukan penyuapan.

10. Menuntut tanggung jawab calon atas kelakuan pendukungnya. (Menurut SBY, tidak sedikit aksi kekerasan dan destruktif terjadi dalam pilkada).

Selain memuat 10 perbaikan di dalam Perppu Pilkada, SBY juga menyebut ada perbaikan lain dalam hal penghematan biaya pilkada.

"Di samping kesepuluh usulan perbaikan itu masih banyak perbaikan lain yang diwadahi dalam Perppu Pilkada ini. Di antaranya, pilkada yang selama ini mahal telah dihemat dengan mengatur pelaksanaannya secara bertahap, dan akhirnya mulai serentak pada tahun 2020," kata SBY.

Sementara itu, dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2014, pemerintah hanya merevisi kewenangan DPRD dalam memilih kepala daerah. Hal ini menghapus mekanisme pilkada tidak langsung dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 itu akan diberikan Presiden kepada DPR. Selanjutnya, DPR akan memberikan persetujuan atau penolakan atas perppu tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditanya soal Keterlibatan Purnawirawan Polri di Kasus Timah, Ini Respons Kejagung

Ditanya soal Keterlibatan Purnawirawan Polri di Kasus Timah, Ini Respons Kejagung

Nasional
KPU Perpanjang Verifikasi Syarat Dukungan Calon Nonpartai Pilkada 2024

KPU Perpanjang Verifikasi Syarat Dukungan Calon Nonpartai Pilkada 2024

Nasional
KPK Resmi Lawan Putusan Sela Kasus Hakim Agung Gazalba Saleh

KPK Resmi Lawan Putusan Sela Kasus Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Draf RUU Polri: Usia Pensiun Polisi dengan Jabatan Fungsional Bisa Mencapai 65 Tahun

Draf RUU Polri: Usia Pensiun Polisi dengan Jabatan Fungsional Bisa Mencapai 65 Tahun

Nasional
'Keluarga' Saksi Demokrat Ricuh Jelang Sengketa Versus PAN

"Keluarga" Saksi Demokrat Ricuh Jelang Sengketa Versus PAN

Nasional
PPS di Kalsel Akui Gelembungkan Suara PAN, 1 Suara Dihargai Rp 100.000

PPS di Kalsel Akui Gelembungkan Suara PAN, 1 Suara Dihargai Rp 100.000

Nasional
Hakim Minta Pedangdut Nayunda Kembalikan Uang Rp 45 Juta yang Diterima dari Kementan

Hakim Minta Pedangdut Nayunda Kembalikan Uang Rp 45 Juta yang Diterima dari Kementan

Nasional
SYL dan Keluarga Disebut Habiskan Rp 45 Juta Sekali ke Klinik Kecantikan, Uangnya dari Kementan

SYL dan Keluarga Disebut Habiskan Rp 45 Juta Sekali ke Klinik Kecantikan, Uangnya dari Kementan

Nasional
Ketua MPR NIlai Pemilu Kerap Bikin Was-was, Singgung Demokrasi Musyawarah Mufakat

Ketua MPR NIlai Pemilu Kerap Bikin Was-was, Singgung Demokrasi Musyawarah Mufakat

Nasional
Nama SYL Disave dengan Nama “PM” di Ponsel Biduan Nayunda Nabila

Nama SYL Disave dengan Nama “PM” di Ponsel Biduan Nayunda Nabila

Nasional
Baleg Klaim Revisi UU TNI Tak Akan Kembalikan Dwifungsi

Baleg Klaim Revisi UU TNI Tak Akan Kembalikan Dwifungsi

Nasional
Setelah SBY, Bamsoet Bakal Temui Megawati, Jokowi, dan Prabowo

Setelah SBY, Bamsoet Bakal Temui Megawati, Jokowi, dan Prabowo

Nasional
SYL dan Istri Disebut Beli Serum Wajah dari Jepang Pakai Uang Kementan

SYL dan Istri Disebut Beli Serum Wajah dari Jepang Pakai Uang Kementan

Nasional
Biduan Nayunda Nabila Mengaku Beberapa Kali Diajak Makan SYL

Biduan Nayunda Nabila Mengaku Beberapa Kali Diajak Makan SYL

Nasional
Ketua Komisi X Curiga Biaya Makan Siang Gratis Bakal Diambil dari Dana Pendidikan

Ketua Komisi X Curiga Biaya Makan Siang Gratis Bakal Diambil dari Dana Pendidikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com