Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menag: Indonesia Bukan Negara Sekuler, Tak Bisa Pisahkan Agama dan Perkawinan

Kompas.com - 05/09/2014, 09:43 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pencatatan perkawinan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai agama. Indonesia, kata Lukman, bukan negara sekuler sehingga perkawinan beda agama akan sulit diterapkan di Indonesia.

"Agama menduduki posisi vital dan strategis dalam menata kehidupan bersama, termasuk kehidupan pernikahan. Itulah bedanya Indonesia dengan negara lain. Kita memang bukan negara Islam, tetapi juga bukan negara sekuler yang harus memisahkan relasi negara dengan nilai-nilai agama," kata Lukman, saat dihubungi, Kamis (4/9/2014) malam.

Ia menanggapi gugatan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur tentang syarat pernikahan seagama.

Apabila pernikahan beda agama dilegalkan, Lukman mengingatkan bahwa persoalan lanjutan akan muncul, yaitu landasan religius sebuah agama. Menurut dia, setiap agama menganggap bahwa ajarannya paling benar sehingga sulit menyatukan pandangan antar-agama.

"Ketika menikah beda agama, maka pakai agama yang mana? Apakah laki-laki atau perempuan? Ini jadi persoalan," ucap dia.

Terhadap pernikahan beda agama, mantan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu mengaku kesulitan mencari jalan keluarnya. Mau tidak mau, kata dia, harus ada pihak yang mengalah agar pernikahan beda agama bisa dicatat oleh negara.

"Selama masing-masing tidak mau mengalah dan bersikukuh dengan agamanya, sulit bagi negara untuk mengakui pernikahan itu. Jadi, memang harus ada pilihan," kata dia.

UU Perkawinan digugat

Sebelumnya diberitakan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Anbar Jayadi, dan empat temannya menggugat Undang-Undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi karena ingin ada kepastian hukum bagi warga yang menikah beda agama. Ia menafsirkan, Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 yang memuat "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu" telah menyebabkan ketidakpastian hukum bagi mereka yang akan melakukan pernikahan beda agama di Indonesia.

Imbasnya, menurut Anbar, masyarakat Indonesia yang hendak melangsungkan pernikahan beda agama justru menghindari pasal tersebut dengan cara penyelundupan hukum menggunakan modus pernikahan di luar negeri atau pernikahan secara adat.

"Jadi, Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 itu justru berujung penyelundupan hukum. Harusnya, konstitusi memberikan kepastian hukum," kata Anbar, seusai persidangan di MK, Kamis (4/9/2014).

Anbar menyebutkan, sudah saatnya negara untuk tidak lagi terpaku dengan nilai-nilai luhur agama dan kepercayaan setiap warga negaranya. Oleh karena itu, biarkan masyarakat yang memutuskan berdasarkan hati nurani dan keyakinannya apakah mereka mengikuti atau tidak mengikuti ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya.

Berdasarkan alasan tersebut, Anbar bersama empat temannya yang juga alumnus FH UI, yaitu Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Lutfi Sahputra, meminta MK untuk menyatakan bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28B ayat (1), Pasal 28D ayat (1) Pasal 28E ayat (1), Pasal 28E ayat (2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena tidak punya kekuatan hukum yang mengikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com