Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Disarankan Hapus Subsidi BBM dan Berikan Bantuan Tunai

Kompas.com - 02/09/2014, 09:12 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan subsidi BBM menyita perhatian presiden terpilih, Joko Widodo, dan timnya, beberapa hari belakangan ini. Beban subsidi BBM dirasa sudah memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ekonom dari Universitas Indonesia yang juga relawan Seknas Jokowi, Akhmad Syahroza, menyarankan Jokowi tidak perlu ragu untuk menghapus subsidi BBM.

"Nantinya, penghematan anggaran dari subsidi yang dihapus itu, bisa disalurkan kepada masyarakat miskin dalam bentuk bantuan tunai," kata Syahroza saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/8/2014) malam.

Syakhroza menjelaskan, besaran bantuan tunai yang diberikan adalah Rp 1 juta per bulan kepada setiap kepala keluarga. Dengan jumlah penduduk miskin berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Maret 2014 sebanyak 28,8 juta orang, maka setidaknya ada 9,5 Juta kepala keluarga yang akan mendapat bantuan.

"Satu tahun totalnya hanya Rp 114 triliun. Jauh lebih kecil dari angka subsidi BBM dan listrik yang di RAPBN 2015 totanya Rp 363,5 Trilun. Penghematan bisa mencapai Rp 249,5 Trilun," kata Syakhroza.

Apa yang membedakan program bantuan tunai ini dengan bantuan langsung tunai (BLT) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono? Pertama, menurut Syakhroza, program ini akan tepat sasaran karena langsung disalurkan melalui bank dengan menggunakan data BPS.

"Kalau BLT kemarin kan ke Gubernur dulu, ke Bupati, baru ke kecamatan dan kelurahan," ujar Syakhroza.

Agar lebih tepat sasaran, lanjut dia, program ini bisa turut disandingkan juga bersama Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat yang selama ini dijanjikan Jokowi. Pasalnya, penerima KIP dan KIS juga adalah kalangan menengah ke bawah.

"Nanti dibuat juga kartunya, Kartu Energi Berkeadilan," ujarnya.

Perbedaan lain dari BLT, lanjut dia, adalah dari segi jumlah. Program BLT hanya memberikan Rp 300.000 selama tiga bulan kepada setiap kepala keluarga sehingga hanya cukup untuk menutupi kekurangan hidup sehari-hari. Sementara, program ini, yang memberikan Rp 1 Juta per bulannya  bisa ditabung dan dikumpulkan sebagai modal usaha.

"Nanti kalau sudah mapan karena usahanya sukses, kita tarik programnya," kata Syakhroza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com