Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapi Informasi Wikileaks, KPK Akan Bangun Komunikasi dengan Australia

Kompas.com - 01/08/2014, 14:02 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi akan membangun kembali komunikasi dengan Australia Federation Police (AFP) dan Pemerintah Australia dalam menindaklanjuti informasi Wikileaks mengenai dugaan korupsi pencetakan uang. Kasus ini diduga melibatkan otoritas perbankan dan perusahaan percetakan uang negara Australia, serta sejumlah pejabat negara di Asia Tenggara.

"Membangun komunikasi kembali dengan AFP maupun Pemerintah Australia dan kemudian mengambil langkah hukum yang tepat sesuai pokok masalah," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, melalui pesan singkat, Jumat (1/8/2014).

Menurut Bambang, komunikasi yang akan dibangun KPK dengan AFP secara umum berkaitan dengan kerja sama bilateral AFP-KPK. Secara khusus, KPK akan kembali menjalin komunikasi dengan AFP terkait kasus yang menjadi kewenangan KPK, termasuk jika ada dugaan korupsi pencetakan uang yang melibatkan pejabat di Indonesia.

Bambang mengatakan, KPK pernah berkomunikasi dengan AFP sebelum ini untuk membangun kerja sama serius di bidang penegakan hukum, khususnya mengenai pertukaran data dan informasi dalam kasus-kasus yang menyangkut tindak pidana korupsi.

Selain menjalin komunikasi dengan AFP, KPK akan memantau, mempelajari, dan mengkaji informasi yang berkembang terkait dengan dugaan korupsi pencetakan uang tersebut. KPK harus siap dan menyiapkan diri bila memang Pemerintah Australia memberikan data dan informasi awal soal dugaan korupsi pencetakan uang tersebut. Bambang juga mengatakan bahwa informasi mengenai dugaan korupsi pencetakan uang yang disampaikan Wikileaks tersebut menyakitkan hati.

"Pernyataan Pemerintah Australia sebagai respons atas pernyatan Presiden SBY cukup melegakan sembari tetap bertanya dengan hati-hati apakah ada pihak lain yang diduga terlibat," ujarnya.

Wikileaks menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri terlibat dalam kasus dugaan korupsi pencetakan uang tersebut. Wikileaks juga menyebut nama mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Laksamana Sukardi, sebagai pihak yang diduga terlibat.

Atas informasi Wikileaks ini, Presiden SBY sudah membantahnya. Presiden meminta pemerintah Australia memberikan penjelasan mengenai informasi Wikileaks tersebut. SBY juga meminta Australia terbuka jika memang ada pihak Indonesia yang dianggap melakukan penyimpangan. Kalau memang ada, Presiden meminta Australia bekerja sama dengan KPK.

"Jangan ditutup-tutupi. Kalau ada elemen di Indonesia yang dianggap terlibat pada penyimpangan, maka diusut. Kalau dianggap melanggar hukum, apa kasusnya dan melanggar apa. Kalau memang ada, bekerja samalah dengan KPK di Inodnesia," ujar Presiden, Kamis (31/7/2014).

Terkait hal ini, Kedutaan Besar Australia di Jakarta menegaskan, tidak ada keterlibatan presiden maupun mantan presiden dalam kasus Securency sebagaimana disebut oleh Wikileaks. Pernyataan resmi ini dikirimkan Kedutaan Besar Australia ke berbagai media dan di situs web Kedubes Australia beberapa jam setelah SBY menggelar jumpa pers pada kemarin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Anwar Usman Kembali Dilaporkan ke MKMK, Persoalan Etik yang Berulang...

Saat Anwar Usman Kembali Dilaporkan ke MKMK, Persoalan Etik yang Berulang...

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro di Sultra, Telan Biaya Rp 1,57 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro di Sultra, Telan Biaya Rp 1,57 Triliun

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Indonesia Boleh Berziarah ke Makam Rasulullah

Kemenag: Jemaah Haji Indonesia Boleh Berziarah ke Makam Rasulullah

Nasional
Ingatkan soal Krisis Air, Jokowi: Jangan Biarkan Air Terus Mengalir ke Laut dan Tidak Dimanfaatkan

Ingatkan soal Krisis Air, Jokowi: Jangan Biarkan Air Terus Mengalir ke Laut dan Tidak Dimanfaatkan

Nasional
Korban Banjir Bandang Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Hilang, 37 Luka-luka

Korban Banjir Bandang Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Hilang, 37 Luka-luka

Nasional
Sita Mobil Mercedes Benz Terkait Kasus TPPU SYL, KPK: Kepemilikannya Dipindahtangankan

Sita Mobil Mercedes Benz Terkait Kasus TPPU SYL, KPK: Kepemilikannya Dipindahtangankan

Nasional
Prabowo Ajak Gibran Bertemu Presiden MBZ

Prabowo Ajak Gibran Bertemu Presiden MBZ

Nasional
Daftar Layanan Kesehatan yang Tidak Dijamin BPJS Sesuai Perpres 59 Tahun 2024

Daftar Layanan Kesehatan yang Tidak Dijamin BPJS Sesuai Perpres 59 Tahun 2024

Nasional
Buka Masa Sidang, DPR Janji Prioritaskan Penyelesaian 43 RUU Sebelum Masa Jabatan Berakhir

Buka Masa Sidang, DPR Janji Prioritaskan Penyelesaian 43 RUU Sebelum Masa Jabatan Berakhir

Nasional
KPK Duga SYL Kasih Uang dan Barang untuk Pedangdut Nayunda Nabila

KPK Duga SYL Kasih Uang dan Barang untuk Pedangdut Nayunda Nabila

Nasional
Hadiri Sidang Etik oleh Dewas KPK, Nurul Ghufron: Siapkan Diri dengan Baik

Hadiri Sidang Etik oleh Dewas KPK, Nurul Ghufron: Siapkan Diri dengan Baik

Nasional
KPK Geledah Kantor ESDM dan PTSP Provinsi Maluku Utara

KPK Geledah Kantor ESDM dan PTSP Provinsi Maluku Utara

Nasional
Prabowo Temui Presiden UEA, Terima Medali Zayed hingga Bahas Kerja Sama Pertahanan

Prabowo Temui Presiden UEA, Terima Medali Zayed hingga Bahas Kerja Sama Pertahanan

Nasional
Jokowi Pantau Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Janji Segera ke Sana

Jokowi Pantau Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Janji Segera ke Sana

Nasional
12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com