JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat militer asal Universitas Muhammadiyah Malang, Muhajir Effendi, mengatakan, ide calon presiden Joko Widodo untuk menggunakan pesawat tanpa awak atau drone untuk menjaga perairan Indonesia dinilai kurang tepat. Pasalnya, kata dia, drone adalah pesawat untuk membunuh musuh.
"Drone lebih cocok untuk operasi militer, terutama untuk serangan darat atau ground attack, bukan untuk wilayah perairan," kata Muhajir saat dihubungi, Rabu (25/6/2014).
Dia pun menambahkan, untuk menjaga perairan, Indonesia sebaiknya menggunakan kapal pengangkut dan pendarat pesawat (aircraft carrier and landing ship). Kapal ini, ujar Muhajir, nantinya dilengkapi pesawat intai dan pesawat tempur yang memiliki kemampuan short take off and vertical landing (STOVL).
Menurut Muhajir, pengamanan perairan tidak terkait dengan perang, tetapi pengamanan jalur. Fungsi drone, ucap dia, bukan untuk menangkap pelanggar hukum.
"Tidak perlu alat pembunuh seperti drone. Tapi yang penting alat untuk mengintai, menyergap, dan mengeksekusi. Lalu ditangkap dan diadili," imbuhnya.
Sebelumnya, calon presiden Indonesia Joko Widodo ingin mengandalkan pengoperasian pesawat tanpa awak atau drone untuk menjaga perairan Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) di Indonesia.
Jokowi menyebutkan, drone itu akan ditempatkan untuk memantau wilayah barat, tengah, dan timur Indonesia. Pusat pengoperasiannya dapat dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.
Penggunaan drone, kata Jokowi, juga dapat difungsikan sebagai alat pertahanan ekonomi maupun keamanan. Ada tiga tujuan dari pengoperasian pesawat nirawak itu, yakni sebagai fungsi pertahanan, untuk mengawasi praktik pencurian ikan, dan mengawasi pencurian kayu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.