"DKP itu produk politik Wiranto pribadi untuk membunuh karakter Prabowo. Dia menunggangi DKP untuk mematikan karier Prabowo yang saat itu lebih dicintai oleh prajurit," ujarnya di Jakarta, Kamis (19/6/2014).
Lebih lanjut, Suryo menjelaskan, DKP yang dibentuk Wiranto tersebut cacat secara hukum.
"Pembentukan DKP oleh Wiranto cacat hukum karena bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) Panglima ABRI No 838/III/1995 tertanggal 27 November 1995 tentang Petunjuk Administrasi Dewan Kehormatan Militer. Dalam ketentuan Nomor 7 (a-3) dan 7 (c-2) disebutkan, pembentukan DKP untuk memeriksa perwira yang bersangkutan hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan hukum yang dijatuhkan peradilan militer. Pertanyaannya, kapan dan di mana Prabowo diadili melalui Peradilan Militer?" paparnya.
Suryo menilai, alasan Prabowo tidak diajukan ke Mahkamah Militer adalah untuk menutupi keterlibatan para petinggi ABRI yang menjadi atasan Prabowo saat itu.
"Peradilan terhadap Prabowo sengaja diulur-ulur. Padahal, desakan untuk menggelar Mahmil sangat kuat. Tapi, keputusan tetap ada di tangan Wiranto. Kalau dia mengulur-ulur, ini menandakan ada permainan politik untuk tujuan tertentu," ujarnya.
Terlebih lagi, lanjut dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu juga menandatangani surat DKP sudah mengeluarkan pernyataan tertulis melalui juru bicaranya Julian Aldrin Pasha. Presiden membenarkan Prabowo diberhentikan secara hormat.
"Kalau tidak percaya pada presiden itu artinya tidak percaya pada NKRI. Ini bahaya, jenderal purnawirawan tidak percaya pada NKRI," kata Suryo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.