JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan mengakui ada rasa ngeri yang menyelimuti dirinya ketika diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Karen diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas.
"Sebagai seorang profesional, tentunya masuk ke kantor KPK agak ngeri-ngeri ya. Ini apa yang sebetulnya dimintai keterangan, saya sebenarnya juga tidak tahu," kata Karen saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang SKK Migas dengan terdakwa mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (4/3/2014).
Karen menyampaikan hal tersebut ketika ditanya majelis hakim tentang kemungkinan adanya tekanan dari tim penyidik KPK selama pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP) sehingga keterangan Karen dalam BAP banyak yang berbeda dengan kesaksiannya dalam persidangan. Dalam persidangan, Karen membantah adanya pemberian uang dari Pertamina kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Karen, permintaan uang oleh anggota DPR tersebut hanya cerita yang dia dengar selama menjabat sebagai Dirut Pertamina sejak 2009. Dia juga mengaku telah meralat pernyataannya mengenai aliran dana Pertamina ke DPR ini ketika diperiksa KPK kedua kalinya atau ketika menjadi saksi bagi tersangka Waryono Karno.
Adapun dalam BAP yang dibacakan majelis hakim di persidangan, Karen mengakui bahwa anggota DPR kerap meminta uang terkait pembahasan RAPBN dan RAPBN Perubahan. BAP tersebut menyebut tiga nama anggota DPR yang meminta uang, yakni Sutan Bhatoegana, Johnny Allen, dan Asfihani.
"Karena sebagai saksi pertama, belum tahu definisi saksi, tetapi setelah yang kedua disampaikan, sebagai sebagai saksi harus yang dialami sendiri, didengar, dan dilihat sendiri," ujar Karen.
Dalam persidangan hari ini, Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara terdakwa Rudi juga mengingatkan Karen akan risiko jika menyampaikan keterangan palsu selama bersaksi dalam persidangan. "Kalau saksi tahu, kemudian tidak memberikan keterangan yang sebenarnya, itu bukan hak saksi, ambil risiko namanya karena majelis hakim bisa tetapkan memberikan keterangan tidak benar. Langsung ditetapkan, langsung ditahan, dikatakan sumpah palsu," kata Ketua Majelis Hakim Matheus Samiaji.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.