Nasrullah menyebutkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, parpol memang harus menghadirkan saksi saat pemungutan dan penghitungan suara berlangsung. Saksi diperlukan untuk kroscek silang hasil perolehan suara antara catatan parpol dengan catatan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL).
Polemik dana saksi
Sebelumnya, terjadi polemik panjang soal pendanaan honor saksi parpol oleh negara melalui APBN. Negara menganggarkan dana hingga Rp 660 miliar untuk membayar honor saksi parpol. Bawaslu menyatakan, gagasan itu datang dari pemerintah.
Menurut Ketua Bawaslu Muhammad, pemerintah akan mencairkan dana Mitra Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) dan dana saksi parpol. Padahal, Bawaslu hanya meminta dana Mitra PPL. Bawaslu menyatakan tidak mau bertanggung jawab atas dana saksi parpol.
Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menyatakan, Bawaslu yang menggagas kebijakan dana saksi parpol. Gamawan mengatakan, harus ada lembaga yang mau bertanggung jawab atas dana saksi parpol dan seluruh parpol harus sepakat menerima dana itu. Jika tidak, maka pihaknya tidak akan mengeluarkan rekomendasi pencairan anggaran. Di sisi lain, parpol tidak kunjung satu suara soal dana saksi parpol.
Pembahasan mengenai dana saksi akhirnya dihentikan mengingat hari pemungutan suara yang semakin dekat.