Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dipanggil KPK, Jazuli Sebut Pelaksanaan Haji Banyak Kekurangan

Kompas.com - 06/02/2014, 15:53 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Jazuli Juwaini mengaku dimintai keterangan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait pelayanan dan pelaksanaan haji. Jazuli dipanggil dalam kapasitasnya sebagai mantan anggota Komisi VIII, komisi yang bermitra dengan Kementerian Agama.

"Saya diundang ke KPK ini bukan saksi apalagi tersangka, bukan juga terperiksa. Saya dimintai pendapat dan masukan keterangan seputar pelayanan penanganan haji atas nama institusi komisi VIII. Disangkanya saya masih komisi VIII, padahal saya sudah komisi II. Sebelumnya ada Bu Ida fauzia, ketua komisi VIII, Pak Gondo, seluruh pimpinan dan seluruh komisi VIII, ada Pak Nurul ketua poksi Demokrat," kata Jazuli di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (6/2/2014), seusai dimintai keterangan.

Menurut Jazuli, penyelenggaraan haji yang diurus Kementerian Agama selama ini banyak kekurangannya. Salah satunya, yang berkaitan dengan tabungan haji. "Pelaksanaan haji itu harusnya kita berkaca seperti umpamannya di Malaysia kan ada tabung haji, bagaimana tabung haji ini bisa bekerja maksimal," kata Jazuli.

Oleh karena itu, lanjutnya, Komisi VIII DPR pernah mengusulkan undang-undang pembentukan badan haji dengan harapan memperbaiki penyelenggaraan haji ke depannya. "Supaya lebih fokus, supaya pelaksanan dan penyelenggaran lebih bagus kedepannya," ujar Jazuli.

KPK tengah menyelidiki pengelolaan dana haji tahun anggaran 2012-2013. Pada Senin (3/2/2014), KPK meminta keterangan anggota Komisi VIII DPR Hasrul Azwar terkait penyelidikan ini.

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, dalam proses penyelidikan ini tim KPK mengumpulkan data dan keterangan terkait. Jika nantinya ditemukan dua alat bukti yang cukup mengindikasikan tindak pidana korupsi, KPK akan menetapkan tersangkanya.

Menurut pemberitaan sebelumnya, sekitar Januari 2013, KPK mulai menelaah laporan masyarakat mengenai pengelolaan dana haji. Direktorat Pencegahan KPK juga telah mengerjakan kajian mengenai dana haji tersebut.

Masih di tahun yang sama, KPK mengirimkan tim ke Mekkah untuk memantau langsung pelaksanaan haji 2013. Johan ketika itu mengatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan hasil audit Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai kejanggalan pengelolaan dana haji.

PPATK telah mengaudit pengelolaan dana haji periode 2004-2012. Dari audit tersebut, PPATK menemukan transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar yang tidak jelas penggunaannya.

Selama periode tersebut, dana haji yang dikelola mencapai Rp 80 triliun dengan imbalan hasil sekitar Rp 2,3 triliun per tahun. Namun, dana sebanyak itu disinyalir tidak dikelola secara transparan sehingga berpotensi dikorupsi.

Terkait pengelolaan dana haji ini, KPK pernah meminta pemerintah menghentikan sementara pendaftaran calon haji. KPK mensinyalir ada indikasi tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji, terutama terkait pengelolaan dana setoran awal yang diserahkan calon jemaah kepada pemerintah.

KPK juga beranggapan pendaftaran jemaah secara terus-menerus akan menyebabkan jumlah setoran awal terus bertambah. Padahal, kuota jemaah haji relatif sama dari tahun ke tahun. Kondisi ini berpotensi menciptakan peluang korupsi, misalnya dengan memainkan nomor antrean haji untuk mendapatkan imbalan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com