Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P: Dana Saksi Parpol seperti Skenario BLT

Kompas.com - 29/01/2014, 17:29 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) terus mengkritik rencana pemberian dana oleh pemerintah untuk saksi partai politik di tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 2014 nantinya. PDI-P bahkan menyamakan dana saksi tersebut dengan skenario dana bantuan dari pemerintah seperti bantuan langsung tunai (BLT), bantuan langsung sementara masyarakat (Balsem), dan bantuan operasional siswa (BOS).

BLT diberikan pemerintah sebagai kompensasi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubdisi. Program tersebut sering dianggap sebagai strategi untuk memenangkan Partai Demokrat.

"Ada skenario ini (dana saksi) akan disamakan dengan BLT, dengan Balsem, dengan BOS, dan KPU tidak bertanggung jawab atas itu," ujar Sekretaris Jenderal DPP PDI-P di dalam Rapat Koordinasi (Rakor) ke-III di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Kamis (29/1/2014).

Menurut Tjahjo, ada oknum tertentu yang menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk mengajukan dana saksi tersebut. Namun, ketika ditanya siapa pihak yang dimaksud, Tjahjo enggan mengungkapkannya.

"Ya ada lah, tidak etis kalau saya sebut-sebut di sini," ujar anggota Komisi I DPR itu.

Tjahjo juga mempertanyakan dari mana nantinya Bawaslu merekrut para relawan yang akan dijadikan saksi. Dia curiga, saksi yang digunakan Bawaslu nantinya dapat memengaruhi warga dalam memilih.

"Definisi relawan menurut Bawaslu itu siapa? Kalau mahasiswa atau pers boleh lah, tapi kalau PNS atau militer yang dikerahkan kan susah," kata Tjahjo.

Oleh karena itu, jika sampai dana itu turun, Tjahjo memastikan partainya akan langsung mengembalikan kepada negara. Tjahjo mengaku partainya lebih baik menggunakan saksi pilihan sendiri yang memang sudah dipersiapkan sejak awal untuk memantau pemilu sehingga pelaksanaannya bisa berjalan demokratis.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menyetujui anggaran pengawasan pemilu legislatif kepada Bawaslu sebesar Rp 1,5 triliun. Dari jumlah itu, Rp 800 miliar untuk pembiayaan pengawasan pemilu. Adapun Rp 700 miliar ialah untuk pembiayaan saksi partai politik pada saat hari pemungutan suara. Setiap saksi nantinya akan dibayar Rp 100.000.

Akan tetapi, rencana pemberian dana saksi parpol ini akhirnya ditunda setelah sejumlah partai tidak mendukung. Selain itu, mekanisme dan regulasinya juga belum jelas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com