Wanti Mirzanti, istri Budiman, menghampiri seorang ibu yang tengah menggendong bayi begitu turun dari bus rombongan KSAD di posko pengungsian banjir Gereja GPIB Koinonia, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (26/1/2014). Sang ibu pasrah memberikan bayi dalam gendongannya kepada ibu pejabat itu. Ada raut haru dan bangga di wajahnya.
Bayi laki-laki itu baru berusia lima hari. Konon, tali pusarnya belum diputus. Karenanya, sang bayi belum diberi nama. "Kata orangtua, kalau tali pusar belum habis belum boleh dikasih nama," ujar Suryani, ibunda bayi itu.
Wanti bertanya mengenai nama yang akan diberikan kepada bayi itu. "Saya mau seperti nama bapak (KSAD) saja deh," kata Suryani.
Perdebatan kecil mulai terjadi, ada yang menyebutkan agar diberi saja nama yang sama persis dengan nama jenderal bintang empat itu, "Budiman". Ada pula yang mengusulkan cukup nama "Budi" saja. "Ya sudah 'Budi' saja biar agak modern," kata Budiman. "Budi siapa?" tanya Suryani lagi. Beberapa usulan nama kembali mencuat. "Kalau mau pintar, kasih nama 'Cendekia' saja, Bu. Biar jadi cendekiawan. Artinya orang yang pandai," kata Budiman.
Suryani pun menerima nama pemberian Budiman. Tanpa mencatat di kertas, apalagi buku, Suryani hanya mencatat bakal nama anaknya dalam ingatannya. "Saya sudah ingat," kata ibu tiga anak itu.
Suryani harus mengungsi dari rumahnya di Kebon Pala dalam kondisi hamil tua sejak Minggu (12/1/2014) lalu. Di pengungsian di GPIB Koinonia, ia tidur bersama warga lainnya. Layaknya pengungsi lain, ia beraktivitas seperti biasa. Hingga pada Selasa malam, perempuan itu merasakan kontraksi yang begitu kuat.
"Di bawah tangga itu saya kontraksi dan tidak kuat lagi. Lalu saya dibawa ke rumah sakit," kisahnya.
Suryani melahirkan melalui proses operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih. Beruntung, biaya operasi dan perawatannya ditanggung pemerintah daerah. Suryani sempat menyesali nasib putra bungsunya karena harus lahir dari posko pengungsian. Namun, pemberian nama dari seorang KSAD membuat penyesalannya menguap. Yang ada kini hanya rasa bangga dan harapan yang tinggi agar kelak putranya menjadi seorang cendekiawan yang berbudi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.