Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasek Anggap Pemecatannya dari DPR Belum Berlaku

Kompas.com - 20/01/2014, 16:42 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika, bersikeras pemecatannya dari Partai Demokrat dan Dewan Perwakilan Rakyat oleh DPP Demokrat belum berlaku. Pasalnya, kata dia, sesuai dengan undang-undang, anggota DPR baru bisa dipecat jika sudah ada keputusan pengadilan yang tetap.

Pasek mengutip Pasal 213 Ayat 2 dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). "Keputusan pemberhentian sah jika sudah ada keputusan dan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan," ucap Pasek dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2014).

Pasek melihat dasar pemecatannya hanya karena amarah pihak tertentu dan tidak dilakukan sesuai mekanisme di internal Demokrat. Oleh karena itu, Pasek melayangkan surat keberatan terhadap pemecatannya kepada pimpinan DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Presiden, Badan Pengawas Pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Sekretaris Jenderal DPR. Pasek akan menunggu respons dari mereka.

"Apakah menegakkan aturan atau terjebak oleh tekanan-tekanan pihak tertentu," ucap mantan Ketua Komisi III DPR itu.

Dengan penolakannya ini, Pasek menyatakan tidak akan menghentikan aktivitasnya di DPR. Hari ini, Pasek tetap mengikuti rapat di Komisi IX DPR, mulai dari rapat internal hingga rapat bersama dengan direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

"Aktivitas akan tetap saya lakukan, kan masih jadi anggota DPR," pungkas Sekjen Ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia itu.

Seperti diberitakan, Fraksi Partai Demokrat telah mengirimkan surat kepada Sekretariat Jenderal DPR terkait keputusan pemecatan Pasek dari keanggotaan DPR. Sekjen DPR Winantuningtyastiti mengatakan, di dalam surat itu tertera alasan pemecatan Pasek, yakni pelanggaran kode etik.

Di dalam UU MD3 diatur pergantian antarwaktu anggota dewan, yakni tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun; melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR; dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Selain itu, tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini; diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau menjadi anggota partai politik lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com