Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPK: Kasus Century, Negara Rugi Lebih dari Rp 7 Triliun

Kompas.com - 23/12/2013, 16:42 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyerahkan Laporan Hasil Perhitungan (LHP) kerugian negara dari kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Berdasarkan LHP itu, kasus Century telah merugikan negara lebih dari Rp 7 triliun.

Ketua BPK Hadi Purnomo menjelaskan, untuk pemberian FPJP ke Bank Century telah menyebabkan kerugian negara Rp 689,394 miliar. Kemudian, untuk penetapan  sebagai bank berdampak sistemik telah merugikan negara sebesar Rp 6,742 triliun.

“Pemberian FPJP dari BI ke Bank Century yang menyebabkan kerugian negara Rp 689,394 miliar. Nilai tersebut merupakan keseluruhan penyerahan FPJP dari BI ke Century tanggal 14,17 dan 18 November 2008. Proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, merugikan keuangan negara Rp 6,742 triliun,” kata Hadi di Gedung KPK RI, Senin (23/12/2013).

Hadi menjelaskan, untuk kerugian negara Rp 6,742 triliun merupakan keseluruhan penyertaan modal sementara (PMS) dari lembaga penjamin simpanan (LPS) ke Bank Century selama 24 November 2008 hingga 24 Juli 2009.

“Tata cara perhitungan kerugian negara sepanjang pemberian FPJP melanggar peraturan, itu dianggap keseluruhan uang cair adalah kerugian negara. Bagi bailout atau PMS,  kalau bertentangan itu menjadi kerugian negara,” terang Hadi.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Budi Mulya sebagai tersangka karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama yang mengakibatkan kerugian negara. Budi juga telah ditahan di Rutan KPK.

Sebelumnya, KPK telah memeriksa Wakil Presiden RI Boediono di Istana Wapres. Ketika itu, Boediono diperiksa dengan kapasitasnya sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia untuk menggali informasi mengenai keputusan Bank Indonesia dalam pemberian FPJP. Pertanyaan seputar krisis merupakan upaya penyidik KPK untuk mendapatkan gambaran akurat mengingat sebelumnya mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla tidak melihat ada krisis.

Mengenai kondisi krisis pada Oktober-November 2008, menurut Boediono, hal itu cukup mengancam perekonomian Indonesia. Kegagalan suatu institusi keuangan, sekecil apa pun, bisa menimbulkan dampak domino atau krisis sistemik.

Saat itu, Indonesia tidak menerapkan blanket guarantee yang menjamin semua deposito simpanan di bank sehingga langkah penyelamatan Bank Century menjadi satu-satunya cara agar tidak terjadi krisis sistemik. Boediono meyakini, langkah penyelamatan atau pengambilalihan Bank Century merupakan langkah yang tepat.

Hal itu terbukti dengan situasi krisis yang dapat dilewati pada 2009 dan perekonomian Indonesia terus tumbuh. Bahkan, pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi menempati peringkat kedua dunia, di bawah China. KPK saat ini juga tengah mendalami apakah ada penyelewengan dana talangan (bail out) sebesar Rp 6,7 triliun itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com