Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kubu Luthfi Protes Susunan Majelis Hakim Tipikor

Kompas.com - 04/12/2013, 22:44 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim penasihat hukum mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq mengkritisi susunan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menangani perkara dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi.

Kubu Luthfi mengajukan protes lantaran empat dari lima hakim yang menangani Luthfi sebelumnya juga telah memutus perkara yang sama untuk terdakwa lain. Terdakwa yang dimaksud yaitu rekan Luthfi, Ahmad Fathanah, dan dua Direktur PT Indoguna Utama, Juard dan Arya Effendi.

"Maka, empat hakim di antaranya telah mempunyai sikap tentang kesalahan terdakwa Luthfi. Dengan kata lain, mayoritas majelis hakim perkara terdakwa Luthfi sudah berkeyakinan bahwa terdakwa Luthfi bersalah sebelum putusan pengadilan ini memutus," ujar pengacara Luthfi, M Assegaf, saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12/2013) malam.

Keempat hakim tersebut adalah Nawawi Pomolango, Joko Subagyo, I Made Hendra, dan Purwono Edi Santoso. Sementara hakim yang belum pernah menangani kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi hanyalah Ketua Majelis Hakim Gusrizal Lubis. Assegaf meragukan empat hakim tersebut bisa bersikap mandiri tanpa bias pada kasus lainnya.

"Oleh karenanya, tidak mungkin dan sulit diharapkan untuk bisa bersikap mandiri dalam perkara ini karena tentu telah terpengaruh oleh putusan yang dibuatnya dalam perkara terdahulu," katanya.

Dengan susunan hakim yang sama, menurut Assegaf, telah terjadi asas praduga bersalah sebelum memutus perkara. Sebab, hakim akan berada pada tekanan psikologis dan dilema.

Ia mencontohkan, nantinya jika hakim membebaskan terdakwa maka hakim akan dianggap sebagai antipemberantasan korupsi dan berpihak pada koruptor. Sebaliknya, jika tetap menghukum terdakwa, hakim akan dikira takut pada pandangan masyarakat.

"Keadaan seba salah inilah yang kami sebut hilangnya kemandirian hakim. Mohon dipahami, kami tidak sedang kritisi profesionalisme majelis hakim terdakwa luthfi, tapi kritisi sistem penetapan susunan majelisnya," kata Assegaf.

Luthfi dituntut hukuman pidana 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan untuk kasus tindak pidana korupsinya. Sementara untuk tindak pidana pencucian uang, jaksa menuntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.

Jaksa menilai Luthfi terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna Utama. Uang itu diterima Luthfi ketika masih menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden PKS. Jaksa juga menilai Luthfi terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjabat anggota DPR RI 2004-2009 dan setelahnya.

Jaksa meminta sejumlah aset Luthfi dirampas untuk negara. Selain itu, jaksa menuntut hak memilih dan dipilih Luthfi sebagai pejabat publik dicabut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com