JAKARTA, KOMPAS.com - Bentrok aparat Polri dengan aparat TNI kembali terjadi. Seorang anggota Brigade Mobil Polri diduga memukul anggota TNI di Karawang, Jawa Barat. Anggota Brimob diduga memukul karena ”kesalahpahaman”.

Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Suhardi Alius tidak memerinci lebih lanjut ”kesalahpahaman” yang terjadi. ”Terjadi kesalahpahaman saja, lihat-lihatan,” katanya.

Mengapa bentrokan seperti itu sering kali terjadi? Mungkin ada berbagai latar belakang atau penyebab. Namun, penyebab yang paling mendasar sebenarnya adalah sikap arogan. Setiap pihak merasa punya kekuatan, kewenangan, merasa dapat berbuat apa saja, termasuk tindakan kekerasan untuk menjaga harga diri.

Sebagai bagian dari Polri, anggota Brigade Mobil (Brimob) merupakan pasukan khusus Polri. Dalam era yang tengah berubah ini, tantangan Brimob makin berat. Brimob tidak hanya dituntut dapat mengatasi berbagai persoalan keamanan, tetapi juga mencetak anggota Brimob yang profesional, manusiawi, dan mampu menjadi pelindung masyarakat, jauh dari sikap yang arogan.

Dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-68 Brimob, Kepala Polri (Pol) Jenderal Sutarman mengakui, tantangan Polri makin kompleks karena keberagaman gangguan keamanan dan ketertiban. Misalnya, adanya tren gangguan terorisme, separatis, dan unjuk rasa dengan kekerasan.

Dalam menghadapi tantangan itu, anggota Brimob perlu disadarkan kembali bahwa tugas Polri adalah melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat. Salah satu upaya menumbuhkan semangat korps sebagai bagian dari Polri yang mengemban tugas sebagai pelindung masyarakat itu adalah ”Napak Tilas Sejarah Perjuangan Bhayangkara Polri”.

Menurut Kepala Korps Brimob Polri Irjen M Rum Murkal, napak tilas Brimob Polri dilakukan untuk menumbuhkan semangat pasukan khusus polisi itu. Salah satu semangat yang ingin dibangunkan adalah semangat soliditas dan profesionalisme anggota Brimob.

”Saya ingin menggugah Brimob menjadi yang terbaik memberi perlindungan bagi masyarakat dengan soliditas yang baik. Itu saja,” kata Rum.

Oleh karena itu, Rum teringat sejarah perjuangan polisi republik yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. ”Saya ingat adanya sejarah perjuangan. Ada polisi yang dikatakan polisi republik. Ini momennya,” katanya.

Melalui ingatan terhadap sejarah perjuangan tersebut, diharapkan tergugah juga semangat polisi perjuangan yang memberikan perlindungan dan pertolongan kepada masyarakat. Meskipun Brimob dilengkapi dengan berbagai senjata, peralatan, dan kemampuan, aparat Brimob diharapkan dapat mengemban misi Polri dan Kapolri saat ini juga, yaitu polisi sebagai penolong, pengayom, dan pelindung masyarakat.

Napak tilas dilakukan dari Sabang sampai Merauke sejak 21 Agustus 2013 sampai 14 November 2013, tetap pada HUT ke-68 Brimob. Tempat-tempat yang dikunjungi merupakan tempat yang menjadi saksi sejarah perjuangan Polri. Jarak yang ditempuh mencapai 8.417 kilometer.

Napak tilas dilakukan secara estafet oleh jajaran Brimob di polda-polda. Dalam napak tilas tersebut juga dilaksanakan berbagai aksi atau kegiatan sosial, seperti khitanan massal, pengobatan gratis, serta membersihkan museum dan tempat-tempat ibadah.

Dalam acara HUT ke-68 Brimob di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, napak tilas itu mendapat penghargaan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri). Ketua Yayasan Muri Jaya Suprana mengungkapkan, belum ada polisi di dunia yang melakukan napak tilas sejauh 8.417 kilometer, dari Sabang sampai Merauke. Sebuah penghargaan yang hampir mustahil disamai atau diungguli negara lain sebenarnya karena peluangnya nyaris tidak ada.

Selamat ulang tahun. Semoga semangat sejati sebagai Brimob yang muncul, bukan sikap yang arogan pada anggota masyarakat lain seperti baru saja terjadi. (Ferry Santoso)