JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ramadhan Pohan mengatakan, sikap tegas pemerintah jangan hanya ditujukan untuk Australia, tetapi juga untuk Amerika Serikat (AS) terkait penyadapan. Menurut Pohan, sebagai negara yang berdaulat, Indonesia tidak perlu gentar terhadap AS.
"Indonesia tidak perlu gentar kepada AS. Mengapa harus gentar? Ingat, kita negara berdaulat. Haram dicurangi dengan penyadapan," kata Pohan saat dihubungi, Selasa (19/11/2013) malam.
Pohan mengatakan, kedaulatan Indonesia diperoleh bukan karena diberikan oleh Belanda atau Jepang, melainkan direbut melalui darah dan nyawa. Dengan demikian, Indonesia sudah sepantasnya bersikap marah terhadap aksi penyadapan yang melecehkan kedaulatan negara.
Jika AS benar melakukan penyadapan, menurut politisi Partai Demokrat itu, maka Indonesia perlu menuntut AS untuk meminta maaf. Apabila Presiden AS Barrack Obama bersikeras tidak merespons tuntutan tersebut, ia menyetujui penarikan pejabat Kedutaan Besar RI di AS seperti menarik Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema.
Pohan juga memberikan opsi yang lebih tegas terkait penyadapan yang dilakukan kedua negara tersebut. Langkah pengurangan diplomat AS, katanya, dinilai layak dilakukan. Bila perlu dilakukan pengusiran terhadap para diplomat tersebut. Ia menilai, baik AS maupun Australia hanya bersandiwara menganggap Indonesia sebagai mitra strategis.
"Sandiwara saja itu jika AS dan Australia menganggap RI sahabat dan mitra strategis. Di belakang kita, mereka justru dusta dan menista," pungkasnya.
Seperti diberitakan, hubungan Indonesia dan Australia kembali memanas setelah media Australia dan Inggris memuat dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai kontrak Badan Keamanan Nasional AS (NSA), Edward Snowden. Dalam dokumen itu terungkap bahwa dinas intelijen Australia, DSD, telah menyadap telepon seluler para pejabat tinggi Indonesia, termasuk Presiden dan Ny Ani Yudhoyono pada Agustus 2009.
Sejumlah kerja sama antara Indonesia dan Australia mulai dari bidang keamanan sampai perdagangan akan ditinjau kembali, bahkan diputus jika perlu, sebagai respons atas skandal penyadapan dan sikap Pemerintah Australia yang terkesan meremehkan masalah ini.
Di tengah maraknya desakan agar Australia meminta maaf atas skandal penyadapan tersebut, PM Abbott bergeming. Dalam pidatonya di depan Parlemen Australia di Canberra, Selasa, Abbott menegaskan tak akan meminta maaf kepada Indonesia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan kemarahan akan sikap Pemerintah Australia, terutama Perdana Menteri Tony Abbott, yang terkesan meremehkan penyadapan skandal ini melalui Twitter, Selasa (19/11/2013). Dengan bahasa Inggris, Presiden menyatakan, ”Saya juga menyesalkan pernyataan Perdana Menteri Australia yang meremehkan soal penyadapan atas Indonesia ini tanpa rasa penyesalan.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.