"Pada periode ketiga yang dipimpin Akil Mochtar, putusan-putusan MK lebih banyak bermuatan politis," kata Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos saat merilis hasil surveinya.
Pada periode kepemimpinan Akil, ujar Bonar, responden yang menganggap putusan MK bersifat politis mencapai 80 persen. Padahal, dalam periode sebelumnya yang dipimpin Mahfud MD, responden hanya mencapai 52,5 persen. Bahkan, pada kepemimpinan Jimly Ashiddiqie, responden yang menilai putusan MK politis hanya sebesar 22,5 persen.
Selain dianggap banyak bermuatan politis, putusan MK di zaman Akil Mochtar juga dianggap tidak bersifat progresif. Hal tersebut terlihat dari kecilnya responden yang menilai dalam kategori tersebut, yakni hanya 10,3 persen. Putusan periode Akil juga dinilai responden tidak mempunyai muatan akademis dengan hanya mendapatkan 15,4 persen di kategori itu. Sementara itu, dalam kontribusinya terhadap pengembangan ilmu hukum tata negara, putusan periode Akil juga hanya mendapat 17,9 persen.
"Jadi, putusan-putusan di MK ini memang kualitasnya menurun pada periode Akil. Syukurnya terungkap pada oktober lalu sehingga langkah-langkah penguatan bisa segera dilakukan," ujar Bonar.
Metode survei ini menggunakan analisis kuantitatif yang dilakukan terhadap 200 responden yang merupakah ahli hukum tata negara. Sebesar 60,5 persen dari responden tersebut pernah berperkara di MK, baik sebagai pemohon, ahli, maupun pihak terkait.
Ketua Setara Institute Hendardi mengungkapkan, survei ini dilakukan untuk mengukur 10 tahun kinerja MK dan tidak berhunbungan langsung dengan ditangkapnya Akil Mochtar oleh KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.