Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Hadapan Investor, Wapres Sebut Demo Buruh Harus Diterima

Kompas.com - 07/11/2013, 11:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Boediono mengomentari demontrasi buruh yang marak belakangan ini di hadapan ratusan investor lokal dan asing. Menurut Boediono, aksi unjuk rasa tersebut bagian dari demokrasi dan masih berjalan dengan damai.

"Akhir-akhir ini, telah ada peningkatan aktivitas pekerja untuk menuntut upah yang lebih baik. Saya pikir demonstrasi damai dan bahkan pemogokan harus diterima sebagai bagian dari demokrasi kita," kata Boediono saat memberikan sambutan Indonesia Investment Summit 2013 di Jakarta, Kamis (7/11/2013).

Hadir dalam acara itu antara lain Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar serta seratusan investor asing dan lokal.

Kepada para investor, Boediono meyakini aksi demo buruh yang marak semata-mata demi kepentingan terbaik semua pihak dalam upaya mencari formula terbaik untuk kepentingan tenaga kerja, pengusaha, dan bangsa. Ia menilai unjuk rasa itu masih dalam aturan hukum yang berlaku dan penegakan hukum terus dijalankan.

Wapres juga menyoroti mengenai ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih. Pemerintah menyadari bahwa kekurangan tenaga kerja dengan keterampilan yang tepat akan menjadi hambatan serius pada tahun-tahun mendatang.

"Pemerintah sangat menyambut usulan dari masyarakat bisnis tentang bagaimana untuk bersama-sama mengantisipasi masalah ini," kata Boediono.

Boediono juga menyinggung kemampuan Indonesia mempertahankan pertumbuhan di atas enam persen. Tahun ini, kata dia, pertumbuhannya akan lebih rendah karena kondisi beberapa produk ekspor utama tidak memuaskan. Meski demikian, Boediono yakin bahwa tren pengangguran dan tingkat kemiskinan akan turun.

"Kami tidak akan mengubah komitmen untuk kebijakan fiskal dan moneter yang bijaksana agar aman serta terjaga stabilitas keuangan dan ekonomi secara keseluruhan," kata Wapres.

Invastasi jangka panjang

Boediono mengatakan, investor asing harus serius mempertimbangkan Indonesia sebagai tujuan investasi untuk jangka panjang. Alasannya, politik dalam negeri stabil dan demokrasi berjalan baik. Demokrasi dinilainya berada di jalur yang benar. Hal itu terlihat dari damainya begitu banyak pemilu dan kelancaran proses perubahan pemerintah.

Boediono mengatakan, masalah yang sering dikeluhkan investor selama ini menyangkut peraturan dan kepastian hukum. Ia meyakinkan para pengusaha bahwa pemerintah berkomitmen penuh untuk terus meningkatkan lingkungan bisnis dan investasi di negeri ini.

Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian dan membutuhkan solusi mendesak, kata Boediono, adalah minimnya sarana infrastruktur. "Kami jujur mengakui bahwa untuk sejumlah alasan kami berada di belakang dalam pembangunan infrastruktur, di hampir semua jenis infrastruktur," ujar Wapres.

Namun, tambah Boediono, dalam dua tahun ke depan, sejumlah proyek penting, seperti pelabuhan, bandara, jalan, kereta api, listrik, energi terbarukan, dan infrastruktur gas akan selesai dan siap beroperasi. "Banyak proyek lainnya sedang dipersiapkan dan saya mengundang dan menyambut investor untuk berdatangan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com