Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden SBY Minta Penyadapan Tak Terulang

Kompas.com - 06/11/2013, 11:39 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar tidak ada lagi aksi penyadapan pada masa mendatang yang dapat mencederai hubungan antar-negara. Menurut Presiden, persahabatan antar-negara yang berdasarkan kepercayaan tentu tidak dapat menerima aksi penyadapan itu.

"Beliau meminta agar hal itu tidak terulang, tidak ada lagi aksi penyadapan di masa depan," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha di Jakarta seperti dikutip Antara, Rabu (6/11/2013). Pernyataan itu menyikapi laporan media asing yang menyebutkan bahwa Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Australia di Jakarta dilengkapi dengan piranti penyadapan.

Menanggapi aksi penyadapan itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri telah menyampaikan nota protes terhadap negara-negara terkait. Mengutip penjelasan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kepada Presiden, Julian mengatakan, perwakilan negara terkait telah memberikan klarifikasi. Namun, mereka tidak secara khusus menyangkal atau membenarkan adanya aksi penyadapan.

Sebelumnya, pengamat hubungan internasional, Hilkmahanto Juwana, berpendapat, pemerintah tidak bisa bersikap lunak terkait laporan penyadapan, mengingat aksi penyadapan merupakan pelanggaran serius atas etika hubungan internasional dan norma hukum internasional.

"Bila pemerintah tidak bersikap keras dan tegas, kemarahan publik di Indonesia akan beralih dari AS dan Australia menjadi kemarahan terhadap pemerintahan, bahkan terhadap Presiden Yudhoyono," kata Hikmahanto.

Menurutnya, bila pemerintah Indonesia bersikap "business as usual" pascaprotes keras Menlu Marty Natalegawa, telihat janggal dan aneh bila negara jiran Malaysia saja bisa bersikap keras dan tegas.

Hikmahanto memprediksi kemarahan publik akan semakin keras bila respons Presiden SBY terkait penyadapan ini tidak sebanding dengan respons Presiden ketika menanggapi Bunda Putri. Dalam menyikapi penyadapan, tambah dia, pemerintah tidak perlu berkelit bahwa tidak ada bukti atau perlu waktu untuk pembuktian sebelum bersikap lebih tegas.

Masalah penyadapan, menurut dia, sulit untuk dibuktikan. Polri, bahkan Badan Intelijen Nasional sekalipun, tidak mungkin melakukan verifikasi ke Kedutaan Besar dua negara yang diduga memiliki instrumen penyadapan lantaran wilayah Kedubes memiliki kekebalan.

Ia menambahkan, apabila pemerintah mengemukakan alasan pembuktian, sementara negara-negara lain tidak melakukan proses pembuktian, publik Indonesia justru akan menganggap pemerintah sekadar mengada-ada dan hendak melindungi kedua negara tersebut.

Hikmahanto lalu memaparkan sejumlah langkah diplomatik yang dapat diambil oleh pemerintah menyikapi penyadapan. Pemerintah, kata dia, dapat melakukan pengusiran (persona non-grata) terhadap sejumlah diplomat AS dan Australia. Pemerintah juga dapat memanggil Dubes Indonesia untuk AS dan Australia.

Bahkan, tambahnya, bila perlu pemerintah menunda pengisian Dubes Indonesia untuk AS yang akan segera ditinggalkan oleh Dubes Dino Djalal. Pemerintah pun dapat memperkecil kekuatan Kedubes di kedua negara itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Nasional
DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

Nasional
Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nasional
Prabowo Nilai Gaya Militeristik Tak Relevan Lagi, PDI-P: Apa Mudah Seseorang Berubah Karakter?

Prabowo Nilai Gaya Militeristik Tak Relevan Lagi, PDI-P: Apa Mudah Seseorang Berubah Karakter?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com