Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidayat Nur Wahid Bantah Terima Rp 450 Juta dari Yudi Setiawan

Kompas.com - 03/10/2013, 17:33 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid membantah telah menerima uang sebesar Rp 450 juta dari pengusaha Yudi Setiawan. 
Yudi mengungkapkan pemberian uang kepada Hidayat saat menjadi saksi dalam persidangan terdakwa Ahmad Fathanah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (3/10/2013). Fathanah menjadi terpidana dalam kasus dugaan suap kuota impor daging sapi.

"Saya tidak pernah nerima dana semacam itu dari Yudi Setiawan," kata Hidayat, saat dihubungi, Kamis.  

Menurut Hidayat, sebagai kandidat calon gubernur ia tidak mengelola dana kampanye. Ia menegaskan tak mengenal Yudi Setiawan dan baru mendengar namanya dari pemberitaan di sejumlah media.

Lebih jauh, Hidayat meminta Yudi bertanggung jawab atas kesaksian yang diberikannya. 

"Saya tidak pernah nerima. Kalau kemudian ada jalur lain yang mengelola keuangan itu, saya tidak tahu. Tapi saya kan kandidat, jadi tidak mengelola uang," tandasnya.

Yudi beri Rp 450 juta

Diberitakan sebelumnya, pengusaha Yudi Setiawan mengaku pernah menyerahkan uang kepada mantan Presiden partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) sebesar Rp 450 juta.

Menurut Yudi, uang tersebut untuk Hidayat Nur Wahid yang saat itu mencalonkan diri dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012.

"Ini katanya keperluan LHI untuk Hidayat Nur Wahid. Rp 450 juta diterima LHI untuk bayar saksi coblosan," terang Yudi (baca: Yudi Setiawan Serahkan Rp 450 Juta untuk Hidayat Nur Wahid).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com