Menurutnya, melalui program pembangunan berencana semesta, Presiden Indonesia saat itu, Soekarno sudah merancang pemisahan antara pusat pemerintahan dan ekonomi. Namun akhirnya rencana tersebut tak terwujud karena rezim Soekarno keburu jatuh.
"Persiapan pemindahan ibukota, tapi beliau jatuh dan rencananya tidak dilanjutkan rezim setelahnya," kata Anhar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (8/9/2013).
Anhar menceritakan, saat itu selain Palangkaraya, Soekarno juga memunculkan Bogor dan Makassar sebagai alternatif lain. Namun akhirnya Bogor tak dipilih karena terlalu dekat dengan Jakarta.
Sementara Makassar, lanjut Anhar, memiliki keunggulan karena berada di tengah-tengah wilayah Indonesia. Namun Makassar kota yang telah lama terbentuk, sementara Soekarno menginginkan kota baru yang memang dipersiapkan untuk pusat pemerintahan.
"Bung Karno merancang membentuk kota baru, yaitu Palangkaraya untuk membentuk pusat pemerintahan. Karena pusat ekonomi dan pemerintahan harus terpisah," ujar Anhar.
Lebih lanjut, Anhar menilai, jika saat ini pusat pemerintahan dipindahkan dari Jakarta ke kota lain, maka membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama. Anhar mengambil contoh sejarah pemindahan ibukota Pakistan dari Karachi ke Islamabad.
"Proses membentuk Islamabad butuh waktu hingga 15 tahun dan itu sangat mahal," ujarnya.
Wacana pemindahan pusat pemerintahan dilontarkan kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pasca-kunjungannya ke Astana, Kazakhstan. Menurutnya, Kazakhstan adalah contoh negara yang sukses memindahkan pusat pemerintahannya.
Menurut SBY, jika tidak ada solusi tepat untuk atasi permasalahan Jakarta dan ada kepentingan mendesak, tidak keliru jika dipikirkan bangun pusat pemerintahan baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.