Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Aset Djoko yang Tak Jelas Harus Ikut Disita

Kompas.com - 21/08/2013, 15:31 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, tuntutan penjara 18 tahun dan uang ganti rugi Rp 32 miliar dari jaksa penuntut umum (JPU) untuk mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo sudah pantas. Meski demikian, menurut Emerson, aset-aset Djoko yang tak jelas perolehannya juga harus ikut disita.

"Aset Djoko yang tidak jelas asalnya harus dirampas juga oleh Negara," katanya saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Rabu (21/8/2013).

Menurut Emerson, hal tersebut harus dilakukan karena Djoko tidak hanya terlibat dalam tindak pidana korupsi, tetapi juga pencucian uang. Dua tindakan Djoko tersebut harus dimaksimalkan untuk mengajukan tuntutan.

"Kan ada dua, pertama bicara soal korupsi, dan satu lagi pencucian uang, nah dua-duanya menurutku harus dimaksimalkan," kata Emerson.

Djoko dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan simulator surat izin mengemudi roda dua dan roda empat. Dalam sidang tuntutannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (20/8/2013), Djoko dituntut 18 tahun penjara dan ganti rugi Rp 32 miliar. Selain itu, Djoko juga didenda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.

Mendengar tuntutan yang dibacakan jaksa, ekspresi Djoko tampak biasa. Dia hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Djoko berencana akan mengajukan pledoi atas tuntutan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com