"Kalau lihat rumusan dakwaan KPK, itu sudah memasukkan orang-orang yang diduga terlibat, tapi hukum pengadilan tidak memasukkan itu, jadi ada keterbatasan di KPK karena memang pertimbangan hukumnya jauh," kata Bambang di Jakarta, Senin (12/8/2013).
Dalam surat dakwaan Dadong dan Nyoman, KPK memang memasukkan nama Muhaimin sebagai pihak yang diduga bersama-sama menerima suap terkait alokasi DPPID. Surat tuntutan jaksa KPK bahkan menyebutkan bahwa uang Rp 1,5 miliar yang diberikan pengusaha Dharnawati kepada Dadong dan Nyoman ini diperuntukkan bagi kepentingan Muhaimin.
Namun, nama Muhaimin hilang dalam putusan majelis hakim Tipikor yang menyidangkan Nyoman dan Dadong. KPK pun mengajukan upaya banding hingga kasasi terkait kasus ini. Kasasi diajukan karena putusan hakim dianggap tidak sesuai, termasuk soal hilangnya nama Muhaimin tersebut.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, putusan kasasi atas perkara ini belum diterima KPK. Menurut Bambang, kasus ini akan berhenti pada Nyoman dan Dadong jika tidak ada pengakuan baru yang membuka peran Muhaimin dari kedua mantan pejabat Kemenakertrans tersebut.
Bambang pun mencontohkan kasus cek pelawat yang berhenti pada Miranda S Goeltom karena Miranda tetap membantah memberikan suap cek pelawat kepada anggota DPR terkait pemenangannya sebagai deputi gubernur Bank Indonesia 2004.
"Saya kasih contoh seperti kasus Ibu Nunun tadi. Akhirnya kan berhenti di Miranda. Kalau misalnya Miranda membuka, itu bisa lanjut lagi, sama seperti itu," tuturnya.
Kendati demikian, dia tetap berharap ada saksi yang mengungkapkan informasi baru sehingga kasus ini dapat dikembangkan.
"Akan menunggu pengakuan saksi-saksi lain seperti kasusnya Ibu Nunun tadi," ujarnya.
Sayangnya, kasus DPPID tersebut sudah tidak lagi diproses penyidikan KPK. Ketiga terdakwa sudah divonis bersalah.
"Kalau memang sudah habis, ya sudah, kita enggak bisa lanjutin lagi. Kalau Miranda, ya berhenti di Miranda, kecuali kalau Miranda mau membuka perkara yang lain," tutur Bambang.
Adapun kasus suap DPPID terungkap saat KPK menangkap tangan Nyoman dan Dadong di kantor Kemenakertrans Kalibata, Jakarta Selatan, 25 Agustus 2012. Saat penangkapan, petugas KPK menyita kardus durian berisi uang Rp 1,5 miliar. Duit itu diduga diberikan Dharnawati karena PT Alam Jaya Papua mendapat proyek DPPID di empat kabupaten. Dalam sidang, Dharnawati mengaku pernah mendengar dari Dadong bahwa duit Rp 1,5 miliar akan diserahkan ke Muhaimin sebagai tunjangan hari raya.
Namun, saat bersaksi di pengadilan beberapa waktu lalu, Muhaimin membantah. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu mengaku kalau namanya hanya dicatut. Kasus ini juga melibatkan Ali Mudhori, bekas staf asistensi Muhaimin. Ali disebut-sebut sebagai makelar proyek dalam kasus ini. Ali yang juga mencalonkan diri sebagai bupati Lumajang dalam Pemilukada 2013 itu meninggal dunia karena sakit pada 9 Agustus 2013.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.