Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merintis Jalan Penyatuan Ramadhan

Kompas.com - 18/07/2013, 10:01 WIB

Muh. Ma'rufin Sudibyo*

KOMPAS.com - Hingga tahun ini, perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan masih terjadi. Padahal, sepanjang tiga hingga empat dasawarsa terakhir, Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengupayakan kalender Hijriah tunggal yang diterima semua pihak. Seperti yang kita saksikan dalam Ramadhan 1434 H. Apa yang terjadi? Apakah kinerja BHR dan MUI dalam mewujudkannya tidak maksimal? Ataukah penyatuan kalender Hijriah hanyalah utopia, sekedar angan-angan dan harapan di hati sanubari umat Islam Indonesia tanpa ada harapan bisa terwujud?

Saat Kesepakatan Cisarua 2011 tercapai, konstelasi penetapan awal Ramadhan dan hari raya sudah cukup jelas. Seluruh ormas Islam menyepakati bahwa otoritas penetapan ada di tangan Menteri Agama. Mayoritas ormas, kecuali dua, juga menyepakati “kriteria” imkan rukyat revisi sebagai patokan sementara, sebagai sebuah titik temu (kalimatin sawa), meski harus mengorbankan sisi ilmiahnya.

Namun, semua pihak menyadari kesepakatan itu takkan berjalan sebelum setiap ormas menjalankan mekanisme internalnya guna mengesahkannya lewat forum tertinggi yang dimiliki.

LAPAN dan RHI

Akan tetapi, pasca Kesepakatan Cisarua, mereka yang terlibat justru masih saling menunggu sembari terus melanjutkan polemik tentang keabsahan hisab vs rukyat dalam berbagai kesempatan.

Dibutuhkan sebuah keberanian memunculkan terobosan baru, terobosan radikal yang mampu mengikis lapisan-lapisan pemahaman yang selama ini menutupi retakan-retakan di dasar penetapan awal Ramadhan dan hari raya versi masing-masing ormas. Terobosan tersebut idealnya mampu menciptakan situasi di mana mereka yang memedomani rukyat akan tetap menggunakannya dengan leluasa. Demikian juga pengguna hisab akan tetap bisa menggunakannya dengan nyaman.

Namun, di atas semuanya, baik menggunakan hisab atau rukyat, maka hasil akhirnya akan sama. Dalam konteks inilah kebutuhan akan sebuah kriteria ilmiah dan berterima bagi Indonesia di masa depan menjadi hal yang mutlak.

Sebuah kriteria yang ilmiah tentu saja harus berdasar pada fakta sains yang sudah melalui data-data rukyat, khususnya yang valid dan reliabel. Sebuah kriteria yang ilmiah juga harus mampu mendefinisikan hilal dengan jelas dan tidak bisa seperti yang selama ini terjadi, sehingga memiliki perbedaan tegas terhadap fase atau status-status Bulan yang lainnya.

Analoginya seperti waktu-waktu shalat. Meski seluruh waktu shalat hanya bergantung kepada kedudukan Matahari, namun kita dengan mudah membedakan waktu Dhuhur dan ‘Ashar ataupun antara waktu ‘Ashar dan Maghrib, karena batas-batasnya cukup jelas. Hal serupa pun diharapkan bisa diterapkan pada hilal, sehingga batasnya terhadap fase Bulan sabit ataupun terhadap Bulan pasca konjungsi non-hilal (yang hingga saat ini belum terdefinisi) menjadi jelas.

Fakta sains yang sudah berhasil dihimpun hingga saat ini mengindikasikan, saat berstatus hilaal, bukan hanya posisi Bulan dan Matahari yang menentukan, namun juga sifat optis atmosfer Bumi dan batas sensitivitas mata manusia. Dalam hal ini, hilal boleh dikatakan memiliki analog (qiyas) dengan cahaya fajar senyata (fajar shadiq) maupun cahaya senja senyata (syafaq). Masing-masing adalah penentu awal waktu shalat Shubuh dan Isya’. Menafikan atmosfer sama saja dengan menganggap waktu shalat Shubuh dan Isya’ tak perlu ada.

Sebagai konsekuensi lanjutan dari fakta sains ini, ada situasi di mana kedekatan posisi Bulan terhadap Matahari serta pembiasan dan hamburan/serapan cahaya Bulan oleh atmosfer yang mencapai maksimumnya saat Bulan menempati cakrawala membuat gemerlap cahaya sabit Bulan kalah jauh dibanding benderangnya cahaya langit senja (yang berasal dari Matahari) saat Matahari terbenam.

Dalam situasi tersebut, lengkungan sabit Bulan takkan teramati, meski di siang bolong sebelumnya lengkungan sabit Bulan itu sudah terlihat lewat teknik observasi khusus.
Fakta-fakta sains ini yang kemudian perlu diterjemahkan lebih rinci menjadi kriteria.

Jika merujuk model matematis yang baku, cukup banyak variabel yang harus dimasukkan dalam upaya membentuk kriteria yang paling dekat dengan kondisi senyatanya. Namun, dalam batas-batas tertentu yang terjaga akurasinya dan tetap diperkenankan secara ilmiah, variabel-variabel tersebut dapat diminimalisir sehingga kriteria dapat disederhanakan hanya berdasarkan elemen geometris Bulan.

Namun, dalam hal ini perlu dicermati riset Bradley Schaefer (1996), yang menyimpulkan bahwa sebuah kriteria tak bisa hanya terdiri dari satu variabel. Sebab, konsekuensinya kriteria itu bakal memiliki zona ketidakpastian sangat besar hingga melingkupi sekujur Bumi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com