"PP itu tidak boleh dicabut, harus tetap berlaku, tapi harus disinkronisasikan dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada," kata Yemil saat dihubungi, Senin (15/7/2013).
Ia mengatakan, harus ada sistem yang baik agar implementasi PP 99/2012 tidak membawa efek negatif.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zainal Arifin Mochtar. Dia mengatakan, kerusuhan di LP Tanjung Gusta sama sekali tidak berhubungan dengan PP 99/2012. Yang paling tepat, kata Zainal, pemerintah menyinergikan pemberlakuan PP itu dengan penegak hukum.
Zainal mencontohkan koordinasi dengan peradilan dan Mahkamah Agung dalam hal vonis terhadap terpidana narkoba. Penegasan vonis pidana, kata dia, untuk membedakan apakah seorang terpidana berhak menerima remisi atau pengurangan masa hukuman atau tidak.
"Harus ditegaskan apakah dia korban pengguna narkoba atau pengedar. Kalau pengguna, tetap boleh diberi remisi. Kalau pengedar, berdasar PP itu tidak dapat menerima remisi," kata Zainal saat dihubungi terpisah.
Pemberlakuan PP itu, kata dia, juga harus didukung kesiapan negara mempersiapkan sistem pemasyarakatan (pengembalian napi kepada masyarakat). Menurutnya, jika lapas tidak siap menangani napi, potensi terjadi kerusuhan sangat besar.
"Kalau tiba-tiba disalahkan PP 99/2012, itu yang tidak benar," kata aktivis anti-korupsi itu.
Sebelumnya, kerusuhan terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara, Kamis (11/7/2013). Kementerian Hukum dan HAM menyatakan, penyebab kerusuhan ialah karena adanya gangguan listrik dan air yang menyulut emosi ribuan napi. Namun, ada pula yang menuding ketentuan PP 99/2012 menjadi pemicu kerusuhan di lapas.
Dalam peristiwa itu, dua narapidana dan tiga petugas lapas tewas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.