Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden SBY, Bela Hiu di Malaysia!

Kompas.com - 08/06/2013, 11:07 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi IX DPR Indra meminta pemerintah bersikap tegas untuk membantu proses hukum yang dihadapi dua tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, Frans Hiu (22) dan Dharry Frully Hiu (20). Menurutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera berkompromi dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak untuk membebaskan Hiu bersaudara dari ancaman vonis mati.

"Setiap warga negara di mana pun dia berada, negara wajib melindungi nyawanya. Negara harus hadir, Presiden dan PM Malaysia harus berdiskusi," kata Indra saat dihubungi pada Sabtu (8/6/2013).

Politisi PKS ini menjelaskan, TKI merupakan pahlawan devisa untuk Indonesia. Maka semua pihak terkait, kata Indra, harus memberikan pembelaan secara optimal, terlebih ada indikasi kejanggalan dalam kasus Hiu bersaudara. "Sebagai pekerja, seharusnya mereka diapresiasi karena bekerja dengan sungguh-sungguh dan mempertaruhkan nyawa. Jelas tidak layak dihukum, mereka menjalankan tugasnya dengan amanah," ujarnya.

Untuk diketahui, Hiu bersaudara merupakan kakak beradik asal Kota Pontianak, Kalimantan Barat, yang bekerja sebagai penjaga Play Station di Malaysia. Keduanya dituduh melakukan pembunuhan terhadap seorang pencuri di rumah majikannya di Malaysia. Kejadian bermula saat Hiu bersaudara memergoki korban yang hendak mencuri di rumah majikannya.

Sempat terjadi perkelahian, sebelum akhirnya Frans Hiu berhasil menangkap si pencuri dan mencekik leher pelaku dari belakang hingga korban meninggal dunia karena kehabisan napas. Setelah divonis mati, Hiu bersaudara langsung mengajukan banding ke Mahkamah Banding Rayuan karena merasa tidak bersalah. Sayangnya, permintaan banding tersebut tidak dikabulkan.

Keduanya dijerat Pasal 302 Undang-Undang Pidana Malaysia dengan hukuman maksimal digantung sampai mati. Sejumlah upaya sudah ditempuh oleh Pemprov Kalbar untuk membebaskan kedua TKI itu. Namun, sampai hari ini upaya tersebut belum membuahkan hasil.

Pada Oktober 2012, Komisi IX telah menerima pengaduan dari keluarga Hiu bersaudara. Bahkan, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) terungkap berbagai kejanggalan yang terjadi dalam penanganan kasus tersebut. Di antaranya Hiu bersaudara memberi perlawanan sebagai upaya membela diri dan pengacara Hiu bersaudara juga membeberkan bahwa kematian korban bukan karena dicekik, melainkan karena overdosis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com