JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hilmi Aminuddin, Zainuddin Paru, mengatakan, tidak ada pertemuan antara Ridwan Hakim, putra Hilmi dengan Ahmad Fathanah dan Komisaris PT Radina Bioadicipta Elda Devianne Adiningrat. Sebelumnya, Elda menyebut nama Ridwan saat memberi kesaksian dalam persidangan kasus dugaan suap impor daging sapi, Rabu (15/5/2013).
Menurut Elda, Ridwan turut menghadiri pertemuan dengan Ahmad Fathanah di Kuala Lumpur, Malaysia akhir Januari 2013 lalu.
"Tidak ada. Tidak ada. Kalau pun bertemu, bukan sesuatu yang luar biasa. Itu biasa saja karena Ridwan sering ke luar negeri, ke London, Singapura, KL, Turki," kata Zaenuddin, Kamis (16/5/2013).
"Beliau selesai pendidikan S-2 di Oxford University di London. Jadi (sudah) biasa (ke luar negeri)," lanjutnya.
Selain itu, Zaenuddin juga membantah bahwa Ridwan turut serta dalam pembicaraan pengaturan kuota impor daging sapi di Kementrian Pertanian.
"Tidak ada pembicaraan tertentu. Penambahan impor juga enggak ada, karena PT Indoguna dalam lima kali suratnya (yang) diberikan kepada Mentan untuk meminta ditambahkan kuota, lima kali surat itu selalu ditolak oleh Mentan," ujarnya.
Zaenuddin mengatakan, pada 22 Januari 2013 lalu, Kementerian Pertanian telah mengirimkan surat ke Kementrian Perekonomian. Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa tidak ada lagi penambahan kuota impor daging sapi di Indonesia.
"Surat itu sudah ditembuskan kepada seluruh gubernur di 33 provinsi," tegasnya.
Sebelumnya, nama Ridwan Hakim, putra Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Hilmi Aminuddin disebut pernah mengikuti pertemuan dengan Ahmad Fathanah dan Komisaris PT Radina Bioadicipta Elda Devianne Adiningrat di Kuala Lumpur, Malaysia, pada akhir Januari 2013. Hal ini terungkap melalui kesaksian Elda dalam persidangan kasus dugaan korupsi kuota impor daging sapi dengan terdakwa dua direktur PT Indoguna Utama Juard Effendi, dan Arya Abdi Effendi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/5/2013).
Dalam pertemuan itu, Ridwan menanyakan kesanggupan PT Indoguna Utama yang akan dibantu dalam mengurus penambahan kuota impor daging sapi untuk perusahaan tersebut. Menurut keterangan Elda, Fathanah lah yang mengatur pertemuan di Kuala Lumpur itu. Fathanah berencana mempertemukan Direktur Utama PT Indoguna Maria Elizabeth Liman dengan Ridwan untuk membicarakan upaya penambahan kuota impor daging sapi untuk PT Indoguna Utama.
"Saya diminta Fathanah bawa Ibu Elizabeth ke Kuala Lumpur. Ada yang perlu disampaikan, saya enggak ngerti apa yang disampaikan di sana, sepertinya akan dipertemukan," kata Elda.
Namun, menurut Elda, Elizabeth batal mengikuti pertemuan tersebut karena ada kesalahan Elda dalam mengatur waktu pertemuan. Akhirnya, pertemuan itu hanya dihadiri tiga orang, yakni Elda, Fathanah, dan Ridwan Hakim.
Dalam kasus ini, Arya dan Juard didakwa memberikan hadiah atau janji berupa uang Rp 1,3 miliar kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luhtfi Hasan Ishaaq. Pemberian uang itu dilakukan melalui orang dekat Luhtfi, Ahmad Fathanah.
Menurut surat dakwaan, uang Rp 1,3 miliar tersebut diberikan agar Luthfi menggunakan kedudukannya di partai untuk memengaruhi pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) agar memberikan rekomendasi penambahan kuota impor daging sapi tahun 2013 untuk PT Indoguna Utama dan perusahaan lain yang masih tergabung dalam grup PT Indoguna.
Posisi Luthfi sebagai Presiden PKS dianggap mampu memengaruhi Menteri Pertanian Suswono yang juga merupakan petinggi PKS. Kasus ini berawal saat Maria Elizabeth meminta bantuan Elda dalam mengurus tambahan kuota impor daging sapi. Elda pun memperkenalkan Elizabeth dengan Fathanah yang dianggapnya bisa mempertemukan Elizabeth dengan Luthfi dan Mentan Suswono.
Ikuti berita terkait dalam topik:
Skandal Suap Impor Daging Sapi