Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Gratifikasi Layanan Seksual Bisa Dirumuskan dalam Dakwaan

Kompas.com - 17/04/2013, 16:39 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka kasus penerimaan hadiah terkait kepengurusan perkara korupsi dana bantuan sosial, hakim Setyabudi Tejocahyono, bisa saja dijerat dengan tuduhan gratifikasi layanan seksual. Menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, pasal gratifikasi seksual bisa saja dimasukkan dalam dakwaan Setyabudi nantinya jika KPK menemukan bukti kuat yang mengarah ke sana.

“Ini kan proses masih berjalan, KPK belum bisa memberikan judgement (penilaian), nanti dalam dakwaan akan dirumuskan kalau memang kita firmed (pasti) bahwa ada sesuai yang dianggap berkaitan dengan gratifikasi, pasti pasalnya akan dirumuskan ke situ,” kata Bambang di Jakarta, Rabu (17/4/2013).

Berdasarkan penjelasan Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi tidak hanya berbentuk uang atau barang, melainkan pemberian dalam arti luas, termasuk layanan seksual. Penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lain.

Lebih jauh Bambang mengatakan, saat ini penyidik KPK masih berkonsentrasi pada perkara dugaan gratifikasi uang atau penyuapan terkait kepengurusan perkara bantuan sosia; yang dituduhkan kepada Setyabudi dan tiga tersangka lainnya. “Yang sekarang ini adalah soal penyuapan jadi KPK sesuai dengan surat perintah penyidikan sekarang konsentrasinya di penyuapan,” ujarnya.

Adapun informasi mengenai layanan seksual yang diterima hakim Setyabudi ini berawal dari pengakuan tersangka lainnya, Toto Hutagalung. Ketua Gasibu Padjajaran yang disebut sebagai orang dekat Wali Kota Bandung Dada Rosada tersebut mengaku sering diminta Setyabudi menyediakan layanan seksual.

Pengacara Toto, Johnson Siregar, kepada Kompas mengatakan, saat kliennya dikonfrontasi dengan Setyabudi di hadapan penyidik KPK, terungkap soal permintaan layanan seksual setiap pekan oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung tersebut. Johnson mengatakan, Toto membeberkan di hadapan penyidik bahwa Setyabudi tak hanya meminta uang, tetapi juga layanan seksual. “Setiap Jumat mintanya,” ujar Johnson.

Setyabudi adalah salah satu anggota majelis hakim perkara korupsi dana bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung. Ada tujuh terdakwa yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung. Dari perkara yang ditangani Setyabudi, vonis terhadap terdakwa rata-rata hanya 1 tahun. Padahal, dalam dakwaan jaksa, kerugian negara mencapai Rp 66,5 miliar.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com