JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menilai banyak pihak yang salah memahami pasal terkait santet dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Selama ini, kata dia, publik menganggap pasal terkait santet merupakan delik materiil.
"Itu kan delik formil. Namun, selama ini yang berkembang di masyarakat seakan-akan itu delik materiil. Didiskusikan betapa rumitnya membuktikan (pidana santet). Bukan itu," kata Amir di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (3/4/2013).
Amir menjelaskan, aturan dalam RUU KUHP tidak untuk membuktikan benar atau tidak terjadinya santet. Namun, kata dia, dengan pasal itu maka seseorang dianggap melakukan tindak pidana ketika menjanjikan atau menawarkan jasa menyantet orang lain.
"Itu lebih kepada upaya untuk melindungi masyarakat dari tipu muslihat, penipuan, atau adanya niat jahat satu dua orang untuk mencelakakan orang lain. Apakah benar ampuh yang Anda katakan menyantet orang, itu bukan urusannya KUHP," kata Amir.
Amir menambahkan, aturan itu dibuat untuk melindungi masyarakat. Selama ini, kata dia, banyak kekerasan terhadap seseorang yang dicurigai melakukan santet. "Orang dicurigai saja, penyantet sudah dibakar rumahnya, dikeroyok. Nah itu kan harus dicegah juga," ucap Amir.
Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Kontroversi Pasal Santet
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.